Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan kode tak akan menerbitkan Perppu KPK dengan alasan menghargai proses hukum yang diajukan di Mahkamah Konstitusi (MK). Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, menilai Jokowi sebenarnya bisa saja menerbitkan perppu karena proses hukum di MK tidak mempengaruhinya.
"Kalau ada pertanyaan sebenarnya perppu masih bisa keluar nggak sih? Masih, jadi perppu itu kapan saja presiden secara subjektif ada hal ihwal kegentingan memaksa, bisa dikeluarkan. Nggak tergantung pada proses di Mahkamah Konstitusi dan tidak tergantung pada proses legislasi," kata Bivitri di kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (3/11/2019).
Dia mencontohkan Perppu Ormas diterbitkan setelah 5 tahun berlaku. Terlepas dari kontroversi penerbitan perppu tersebut, dia mengatakan tidak ada batas waktu kapan perppu dapat diterbitkan.
"Apakah tergantung dengan proses di MK? Juga tidak. Kenapa? Karena jalurnya presiden sebagai cabang kekuasaan eksekutif dengan Mahkamah Konstitusi cabang kekuasaan yudikatif tidak bersentuhan dalam soal pembuatan perppu," kata Bivitri.
Ia menilai sikap Jokowi yang menunggu proses uji materi di MK keliru. Menurutnya, MK tak akan tersinggung bila Perppu KPK diterbitkan bersamaan dengan adanya gugatan. Sebab, MK tugasnya memeriksa apakah ada pasal yang bertentangan dengan konstitusi atau tidak.
"Secara prosedural pun juga nggak ada kaitannya sama sekali. Nah, jadi kalau misalnya argumennya adalah mau menunggu proses di MK itu keliru. Itu suatu pernyataan keliru dan menyesatkan dan terlalu kesannya mengada-ada," ungkap Bivitri.
"Apakah ada aspek sopan santun? Sebenarnya nggak juga karena saya yakin hakim MK nggak tersinggung kalau perppu dikeluarkan. Karena mereka paham yang dikeluarkan perppu itu kebijakan hukum, sementara MK bicara inkonstitusionalitas dari pasal-pasal atau UU. Jadi levelnya beda," kata Bivitri.
Bivitri menduga sejak awal Jokowi tidak mendukung agenda pemberantasan korupsi. Hal itu terindikasi dari Jokowi yang mengirimkan surat agar DPR membahas revisi UU KPK bersama pemerintah.
Indikasi kedua, menurut Bivitri, pada proses pembahasannya banyak pakar hukum dan guru besar dari tiap universitas mengingatkan bahaya pembahasan revisi UU KPK, tetapi hal itu tetap dilakukan. Atas dua indikasi itu, Bivitri menduga sudah terlihat posisi Jokowi terkait KPK.
"Sebenarnya apa yang disampaikan Pak Jokowi kemarin itu indikasi kuat bahwa sebenarnya Pak Jokowi tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi. Indikasi kuat ini sudah kedua, pertama itu kan kita jelas tahu ketika presiden menerbitkan surat presiden untuk membahas UU KPK itu," kata Bivitri.
"Nah tapi yang disampaikan kemarin itu adalah indikasi kedua yang sebenarnya sudah membuat kami berkesimpulan ya memang indikasi pertama itu sudah cukup kuat ditambah indikasi kedua ini mengonfirmasi saja di mana sebenarnya posisi Pak Jakowi," sambungnya.
Sebelumnya, Pratikno menyebut Presiden Jokowi menghargai proses uji materi UU KPK di MK. Dia menyebut Perppu KPK merupakan urusan yang lain.
"Jadi kemarin Pak Presiden, kan kemarin saya ada di situ juga, kan maksud Pak Presiden itu intinya terkait dengan Perppu KPK itu adalah menghargai proses hukum yang berlangsung di MK," kata Pratikno di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Sabtu (2/11).
"Jadi isunya bukan tentang perppu akan diterbitkan atau tidak, tapi beliau menghargai proses hukum yang sedang berlangsung di MK. Biarkan proses hukum itu berlangsung, berjalan. Nanti masalah Perppu KPK itu urusan lain," imbuhnya.
Pratikno menuturkan, Jokowi menunggu uji materi UU KPK selesai, baru kemudian memikirkan Perppu KPK. Dia kembali menegaskan Jokowi menghargai proses hukum yang berjalan di MK.(dtc)