Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Pihak Universitas St Thomas Sumatara Utara, Medan menjelaskan penangkapan dua mahasiswa Fakultas Pertanian dan seorang mantan mahasiswanya, beberapa hari lalu, berkaitan dengan aktivitas inagurasi legal yang ditengarai ada dugaan tindakan kekerasan di dalamnya. Penjelasan disampaikan Pastor Sony saat dikonfirmasi medanbisnisdaily.com, Sabtu (9/11/2019).
Pastor Sony menjelaskan sejumlah tahapan sampai kemudian penangkapan itu dilakukan pihak kepolisian. Dijelaskan, sejak awal acara inagurasi mahasiswa itu sudah ditentang pihak kampus, karena tradisi itu sudah dilarang sejak 2012. Namun imbauan itu tidak diindahkan. Kepanitiaan yang dibentuk juga bukan hasil bentukan lembaga resmi, baik di fakultas maupun universitas, namun kesepakatan mahasiswa pertanian.
"Pasca inagurasi ada orang tua mahasiswa baru yang melaporkan bahwa anaknya menjadi korban kekerasan di acara itu dan harus menjalani perawatan di rumah sakit," kata Pastor Sony.
Dikatakan Pastor Sony, korban mengalami tindakan kekerasan fisik yang dilakukan panitia. Karena itu, dilakukan upaya pertemuan, antara pihak universitas, panitia dan senioran mahasiswa Fakultas Pertanian, tetapi tidak diindahkan. Saat kasus mulai ditangani pihak kepolisian, barulah mahasiswa berkeinginan melakukan rekonsiliasi dan meminta maaf dengan semua mahasiswa dan pihak universitas.
Namun sambung, Pastor Sony, proses rekonsiliasi itu menjadi “cacat” karena mahasiswa yang ingin melestarikan tradisi kekerasan itu, dengan sengaja “melenyapkan" daftar hadir (presensi) yang sampai sekarang belum ditemukan. Lalu, korban “dipaksa” tanda tangan perdamaian di salah satu warnet dekat kampus, tanpa didampingi orang tua (wali) dan pihak kepolisian.
Sebelumnya, soal penangkapan mahasiswa itu telah diberitakan di berbagai media. Disebutkan, dua di antaranya adalah aktivis Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Medan. Salah seorang pengurus PMKRI Komisariat Sumatra Bagian Utara, Suparno Mahulae yang dikonfirmasi medanbisnisdaily.com, Jumat (8/11/2019) mengatakan, kasus ini ada kejanggalan.
"Yang bermasalah ini kan mahasiswa pertanian dengan pihak kampus, tapi yang ditahan 2 aktivis PMKRI Medan," kata Suparno.