Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Gubernur Sumatera Utara (Gubernur Sumut) Edy Rahmayadi dinilai reaksioner usai perhelatan Festival Danau Toba (FDT) 2019 yang digelar di Open Stage Parapat Kabupaten Simalungun, 9-12 Desember 2019 lalu. FDT 2019 akibat kurang persiapan dinilai kurang membawa dampak bagi pertumbuhan pariwisata Danau Toba, pelaku pariwisata dan masyarakat sekitar.
"Faktanya memang kegiatan di FDT kemari buruk, tidak kreatif, kurang menarik dan tidak ada hal yang layak jual. Kita sudah khawatir sejak kegiatan ini hanya formalitas dan dipaksakan, jadi bukan orientasi untuk mendukung promosi dengan atraksi pariwisata, dan jangan sampai terulang," ucap Wakil Ketua DPRD Kabupaten Dairi, Wanseptember Situmorang, kepada medanbisnisdaily.com, Rabu (15/01/29) malam.
Selain kritik terhadap panitia pelaksana, Wakil ketua DPRD Dairi dari fraksi Demokrat yang konsituennya di Silahisabungan Kabupaten Dairi tersebut, juga memberi komentar terhadap Gubsu yang sempat berencana mengganti FDT.
"Pak Gubernur tidak boleh reaksioner dalam kebijakannya, termasuk soal Festival Danau Toba, FDT itu kegiatan yang secara konsep matang dan komprehensif, kemarin itu di 2019 kan murni karena panitia pelaksana ataupun Pemprov yang tidak perfom dan buruk mengelola," katanya lagi.
Dijelaskan legislator millenial tersebut bahwa FDT 2013 bisa menjadi salah satu role model pelaksanaan even ini. FDT 2013 diisi kegiatan seni budaya, tradisi dan olahraga.
"Saat itu kita ingat adanya lomba renang mengelilingi Danau Toba sepanjang 187 km dan rekor dunia, ada lomba perahu Naga dengan peserta dari Malaysia, Thailand, Singapura dan Indonesia," jelasnya.
Kemudian, untuk seni budaya ada panggung Heritage, cukup menarik saat itu dimana sekitar 11 ragam kesenian dari berbagai daerah di danau Toba di tampilkan dengan baik, dan beberapa musisi dari daerah lain tampil, serta banyak cerita sukses lainnya.
"Ya beberapa pelaksana FDT yang memang semarak dan memiliki cerita sukses, artinya para wisatawan bersedia menunggu tahun berikutnya untuk festival yang lebih baik dan menarik," ujarnya.
"Artinya punya jalan atau rute untuk sukses sebagai even, sebagai momen peningkatan kualitas pariwisata, jadi sudah ada Succes Story Pak Gub!," bilangnya lagi.
Terkhusus untuk FDT 2019, Politisi yang memiliki konstituen di Paropo Danau Toba , Kecamatan Silahisabungan, Dairi tersebut juga menyampaikan beberapa catatan kritis.
"Ini beberapa pandangan yang harus menjadi catatan bersama untuk ke depan, sehingga tidak terulang kembali, karena sikap kami mendukung pelaksanaan FDT tetap bergulir," katanya.
Pertama, tema FDT 2019 Inspiring Toba, tujuannya memberikan inspirasi, ide-ide untuk pengembangan destinasi pariwisata Danau Toba dari kearifan lokal seluruh etnis Sumatera Utara, namun gerak materil yang dilakukan pihak penyelenggara berbanding terbalik, malah makin men-downgrade pariwisata Danau Toba.
Kedua, jika melihat jumlah pengunjung yang sepi, kesan festival hanya mengandalkan kehadiran pejabat dan instansi pemerintah untuk memenuhi jumlah pengunjung, jadi masyarakat tidak antusias sedikit pun, karena tidak memiliki sajian yang menarik.
Ketiga, masyarakat pelaku pariwisata di seputaran Parapat juga mengeluh, ekonomi lokal tidak tumbuh, berbeda seperti tahun - tahun atau even sebelumnya.
"Even ini menghabiskan Rp 1,4 Miliar kegiatan selama empat hari, dengan penyelenggara dari Jakarta, artinya standar tidak diragukan mengelola dari awal sampai akhir. Besaran alokasi tersebut sangat memadai untuk menstimulus atau merangsang perputaran ekonomi lokal, sehingga modal dan investasi tumbuh," tutup politisi muda yang juga ketua Sapma IPK Sumut tersebut.