Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Kondisi saat ini bisa dibilang sebagai mimpi buruk bagi industri minyak dunia. Harga terus merosot disebabkan berbagai faktor, mulai dari perang harga minyak, permintaan menyusut untuk bahan bakar jet, bensin dan solar, dan yang terkini larangan perjalanan yang belum pernah terjadi sebelumnya antara Amerika Serikat (AS) dan Eropa.
Harga minyak mentah AS jatuh 6% menjadi US$ 31 per barel pada hari Kamis setelah Presiden Donald Trump mengumumkan pembatasan perjalanan ke Eropa dalam upaya untuk menahan pandemi coronavirus. Minyak mentah turun ke level US$ 30,02 per barel. Level itu lebih rendah 27% untuk minggu ini.
"Langkah ini belum pernah terjadi sebelumnya sehingga dampak permintaan bahan bakar penuh sebagian besar tidak diketahui," kata Pakar Startegi Energi Rabobank, Ryan Fitzmaurice dilansir dari CNN Business, Senin (16/3/2020).
Kondisi ini sebelumnya diperparah dengan rencana Rusia yang ingin menyerang kejayaan shale oil, produk minyak milik AS. Rusia pun menolak usulan OPEC yang ingin memangkas produksi demi menyelamatkan harga minyak dari kejatuhan.
Lalu Arab Saudi sebagai pemimpin OPEC secara de facto geram dan membalas sikap Rusia dengan berjanji akan membanjiri pasar dengan minyak murah. Pada saat yang sama, investor di seluruh dunia menarik investasinya dari aset berisiko, termasuk saham, obligasi dan tentu saja komoditas.
Baca juga: Deretan Korban Keganasan Corona, dari IHSG hingga Harga Minyak
Kekhawatiran resesi ini membuat Dow Jones jatuh ke zona merah pada Rabu kemarin yang pertama sejak Resesi Hebat. S&P 500 juga sama. Minyak mentah Brent, sebagai latokan global, turun 7% pada Kamis kemarin menjadi US$ 33,30 per barel.
Masalah besar bagi pasar minyak adalah bahwa permintaan untuk bahan bakar jet turun. Ribuan penerbangan telah dibatalkan dan lebih banyak kemungkinan akan dibatalkan karena pembatasan dan ketakutan bagi para wisataqan.
Rystad Energy memperkirakan bahwa larangan bepergian AS dengan Eropa akan menyebabkan hilangnya 600.000 barel per bulan untuk permintaan bahan bakar jet. Di luar implikasi permintaan, larangan bepergian dengan Eropa membebani kepercayaan investor.
"Ini menyebabkan hilangnya kepercayaan lebih lanjut dalam penanganan pemerintah atas kejatuhan itu dan meningkatkan ketidakpastian tentang sejauh mana dampak virus terhadap ekonomi secara keseluruhan," kata Kepala Pengamat Pasar Minyak di Rystad Energy, Bjoernar Tonhaugen.
Jatuhnya harga minyak telah menghantam perusahaan-perusahaan energi besar dan kecil. Sektor energi di S&P 500 anjlok 10% Kamis.
ExxonMobil (XOM) dan Chevron (CVX) telah kehilangan sekitar seperlima dari nilai mereka minggu ini. Continental Resources (CLR), driller yang didirikan oleh perintis serpih Harold Hamm, sahamnya turun lebih dari 40%.
Occidental Petroleum (OXY) telah kehilangan lebih dari setengah nilainya minggu ini. Driller minyak yang dililit utang memangkas dividen 86% pada hari Selasa dan berjanji untuk memotong program belanja yang sebelumnya ambisius.(dtf)