Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-New York. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat rekor baru kasus Corona global tertinggi. Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengusulkan diri menjadi tuan rumah bagi para pemimpin dunia untuk KTT G7 tahunan sebagai tanda 'normalisasi'.
Seperti dilansir AFP, Minggu (21/5) Trump, yang berusaha untuk menghidupkan kembali ekonomi AS yang hancur dan nasib politiknya menjelang pemilihan November, sekali lagi mengecam Cina, mengatakan 'ketidakmampuannya'' bertanggung jawab atas 'pembunuhan massal di seluruh dunia ini'.
WHO, yang kerapkali jadi target Trump, mengatakan bahwa 106.662 kasus virus dilaporkan ke badan PBB pada hari Selasa (19/5)--yang tertinggi dalam satu hari sejak wabah ini menyeruak di kota Wuhan, Cina pada bulan Desember 2019.
Ketika angka kematian global mencapai 325.000 dan jumlah kasus mendekati lima juta, kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan dia "sangat prihatin" tentang situasi wabah di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Saat jumlah kasus meningkat, dan AS menambahkan lebih dari 1.500 kematian dalam 24 jam terakhir, Trump mengatakan negara itu sedang mengalami 'Transisi kembali ke Kebesaran' dan dia mungkin menjadi tuan rumah KTT G7 pada Juni di Camp David.
"Saya sedang mempertimbangkan menjadwal ulang G-7, pada tanggal yang sama atau serupa, di Washington, D.C., di Camp David yang legendaris," katanya di Twitter.
"Anggota lain juga memulai COMEBACK mereka. Itu akan menjadi pertanda bagus untuk semua-normalisasi!"
Juru bicara Gedung Putih, Kayleigh McEnany mengatakan pertemuan puncak secara langsung, bukan konferensi tingkat tinggi seperti yang telah direncanakan, akan menjadi 'pertunjukan kekuatan dan optimisme'.
Negara-negara G7 - Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, dan Amerika Serikat - secara bergiliran menyelenggarakan pertemuan tiap tahun. Namun, Kantor Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan dia akan menghadiri KTT jika 'kondisi kesehatan memungkinkan'.
Sementara itu, Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan dia akan "menunggu dan melihat apa yang terjadi'.(dtc)