Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Bakal Calon (Balon) Wakil Wali Kota Medan dari Partai Gerindra, Suryani Paskah Naiborhu, berharap Pemerintah Kota (Pemko) Medan dapat menyediakan sebuah kawasan yang khusus untuk melakukan pengelolaan limbah medis COVID 19. Hal ini disebabkan limbah medis tersebut masuk dalam kategori bahan berbahaya beracun atau limbah B3.
Suryani Paskah Naiborhu mengatakan, hal ini bertujuan agar perusahaan pengumpul, transportir dan pemusnah limbah medis tersebut dapat berada dalam satu lokasi di Kota Medan, sehingga dapat diawasi pelaksanaan pekerjaannya.
Satu-satunya Balon Wakil Wali Kota Medan perempuan dari Partai Gerindra ini mengatakan, Pemko Medan dapat mengajukan Amdal/ RKL - RPL kawasan untuk pengelolaan limbah medis COVID-19 ini kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (Kemen LHK).
"Nantinya jika kawasan pengelolaan limbah B3 tersebut telah terbentuk dan memiliki izin dari Kementerian LHK, maka pihak swasta ataupun perusahaan daerah yang mau berusaha di bidang pengelolaan limbah medis bisa mengajukan izin ke Pemko Medan, baik izin UKL- UPL maupun izin terkait lainnya," ujar Suryani dalam keterangannya, Selasa (26/5/2020).
Sementara jika badan usaha mau bergerak di bidang usaha pemusnahan (pengolahan) limbah medis, maka harus memiliki izin khusus lagi dari Menteri LHK, namun tidak perlu mengurus Amdal, RKL-RPL lagi dari Menteri LHK melainkan cukup hanya urus izin UKL-UPL dari Pemko Medan.
Saat ini, jelasnya, masih banyak rumah sakit yang memusnahkan limbah medisnya melalui penghunjukan transportir berizin, di mana pemusnahan limbah medis ini dikirim ke perusahaan pemusnah di Jawa dan Kalimantan.
Menurut peraturan, limbah medis seyogyanya maksimum 48 jam setelah dihasilkan maka harus dimusnahkan. Melihat begitu sempitnya aturan waktu pemusnahan limbah medis ini, maka terbentuknya suatu kawasan pengelolaan limbah medis di Kota Medan sangat dibutuhkan.
Suryani Paskah Naiborhu mengatakan, di dalam peraturan, penghasil limbah medis (limbah B3), dalam hal ini rumah sakit, harus bertanggung jawab terhadap limbah yang dihasilkan.
"Istilahnya from cradle to grave , dari mulai limbah dihasilkan hingga limbah dimusnahkan. Misalnya, jika sebuah rumah sakit menunjuk sebuah perusahaan transportir limbah medis, dan ternyata di dalam perjalanan limbah medis ini tumpah di jalan, maka secara aturan yang bertanggung jawab terhadap limbah medis yang tumpah itu adalah tetap pihak rumah sakit bukan pengangkut / transportir limbah B3 tersebut," tuturnya.
Beban tanggung jawab rumah sakit yang tinggi inilah yang perlu didukung Pemko Medan. Jika kawasan pengelolaan limbah B3 telah terbentuk di Medan, maka pihak rumah sakit menjadi lebih rileks dan tidak khawatir terhadap limbah medis yang dihasilkan mereka.
"Rumah sakit dapat melihat langsung perusahaan pemusnah limbah medis mereka di Medan. Rumah sakit tidak hanya menerima sertifikat pemusnahan limbah medis dari badan usaha berizin, namun dapat melakukan pengawasan langsung perihal pemusnahan limbah medis yang mereka hasilkan karena jarak dekat dan hanya di Kota Medan," jelasnya.
Suryani Paskah Naiborhu mengatakan, dalam kawasan tersebut nantinya Pemko Medan juga dapat menggabungkan pengelolaan beberapa jenis limbah B3 lainnya selain limbah medis. Seperti limbah B3 Spent Bleaching Earth (SBE) yang dihasilkan dari perusahaan industri pemurnian minyak goreng. Menurutnya, jumlah limbah padat jenis Spent Bleaching Earth (SBE) ini diprediksi sangat banyak di Kota Medan .
Dalam PP No 101 Tahun 2014 tentang pengelolaan limbah B3, terdapat detil nama-nama jenis limbah berikut kode-kode limbah. Sehingga hal ini dapat menjadi panduan Pemko Medan dalam pengajuan perizinan Amdal RKL-RPL ke Menteri LHK RI .