Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Sibolga. Puluhan mobil pengangkutan logistik tujuan Kepulauan Nias tertahan di Pelabuhan Sibolga, Rabu malam (23/9/2020). Rupanya, para sopir yang membawa mobil tersebut tidak mengantongi surat keterangan (Suket) swab bebas Covid-19.
Mereka (sopir) tidak diperbolehkan masuk ke kapal, lantaran tidak bisa menunjukkan suket swab bebas Covid-19. Karena tak berdaya, akhirnya puluhan sopir tersebut memilih mogok kerja dan memarkirkan mobilnya di komplek Pelabuhan Sibolga.
Setelahnya, puluhan sopir itu pun berkumpul sambil membahas nasib mereka. Mendapat informasi ini, Kapolsek Sibolga Sambas, Iptu Roy Panjaitan langsung turun ke lokasi seraya mengimbau agar para sopir tidak berkumpul-kumpul atau menjaga jarak.
“Diduga, hal ini berkaitan dengan pemberlakuan aturan bahwa untuk menyeberang ke Nias harus memiliki surat keterangan swab bebas covid-19, yang mulai berlaku tanggal 21 September kemarin,” ungkap Roy Panjaitan kepada medanbisnisdaily.com di lokasi, Rabu malam.
Pihaknya kemudian mengimbau para sopir tersebut agar tidak kumpul-kumpul. Hal ini untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
“Seluruh masyarakat juga kita minta untuk tetap jaga jarak (tidak berkumpul) dan selalu pakai masker,” kata Roy Panjaitan.
Berkat, pengusaha Ekspedisi Berkat yang berada di lokasi juga membenarkan bahwa para sopir tidak bisa berangkat ke Nias karena tidak mengantongi suket swab bebas Covid-19.
“Itu yang menjadi persoalan, para sopir harus mengantongi surat keterangan hasil swab bebas covid-19, agar diperbolehkan menyeberang ke kepulauan Nias,” kata Berkat.
Menurut Berkat, ini persoalan kehidupan, seluruh armada ini mengangkut barang kebutuhan pokok masyarakat di Kepulauan Nias.
Sementara, pihaknya pun belum tahu berapa biaya pengurusan suket swab dan berapa hari proses atau hasil swabnya keluar. Akhirnya, para sopir tidak bisa jalan karena syaratnya terlalu berat.
Ditanya alternatif lain, Berkat menjelaskan selama dua hari ini para sopir terpaksa mengirim mobilnya naik kapal ke Nias, tetapi para sopir beranggapan hal itu tidak efisien.
“Para sopir ini bukan mau jalan-jalan ke Nias, mereka cuma bertugas mengantar barang keluar masuk Nias. Seharusnya dibuatlah aturan bagaimana distribusi barang tidak terganggu,” ungkap Berkat.
Di lokasi yang sama, J Sihombing mewakili para sopir mengakui bahwa mereka terpaksa mogok kerja karena tidak sanggup mengurus suket swab bebas Covid-19 yang disyaratkan.
“Kami memilih tidak bekerja dan tidak berangkat karena percuma saja, tidak ada hasil yang dibawa pulang. Biaya untuk tes swab kami sungguh tidak mampu. Upah kami cuma Rp500.000 pulang pergi. Kalau mobil kami kirim, maka uangnya harus dibagi dua, kami mau makan apa,” ungkap J Sihombing.
Sihombing mewakili para sopir bermohon diberi keringanan cukup mengantongi suket rapid tes seperti biasa, karena biayanya terjangkau.
Dia menjelaskan, biaya rapid tes itu biasanya Rp85.000. Kalau biaya swab, mereka tidak tahu berapa pastinya.
“Tapi kami dengar informasi di luar biayanya jutaan atau berkisar Rp1.850.000. Kami para sopir ini adalah duta ekonomi, kalau boleh diberi keringanan,” keluhnya.