Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Doloksanggul. Menolak calon tunggal dan melawan arogansi elit politik adalah sebuah perwujudan demokrasi yang sebenarnya. Jika Pilkada Humbang Hasundutan Desember 2020 nanti, calon tunggal melawan kolom kosong di nilai sebuah kemerosotan bagi demokrasi, sebuah penghianatan bagi hak demokrasi masyarakat.
"Sebagai putra humbang, saya mendukung kolom kosong karena panggilan sebagai anak rantau agar jangan mati demokrasi di Humbang Hasundutan, ucap praktisi dan dosen Pascasarjana Universitas Pancasila, Dr Ir Mombang Sihite, MM, Kamis (1/10/2020).
Tentu, katanya, di dalam aturan perundang-undangan diatur tentang mekanisme pencalonan. Ia mengatakan, dalam hal sampai dengan berakhirnya masa pendaftaran hanya terdapat satu pasangan calon yang di terima pendaftarannya dan masih terdapat partai politik atau pasangan calon perseorangan yang belum mendaftar, dilakukan perpanjangan pendaftaran yang tertera dalam PKPU no 1 pasal 102 tahun 2020.
"Calon tunggal sah-sah saja kalau memang tidak ada calon lain yang mau bertarsipasi. Sejak awal pasangan lain sudah dapat direkomendasi tapi atas arogansi elite politik rekomendasi itu dialihkan untuk melumpuhkan hak demokrasi di humbang. Calon tunggal tidak hanya kemunduran demokrasi tapi dianggap pengkhianatan demokrasi karena seharusnya ada pilihan. Andaikan sistem KPU kita diubah apabila hanya ada calon tunggal maka KPU memberikan kesempatan untuk calon dari independen dan itu pasti ada," tegas mombang.
Pun demikian, lanjutnya, gerakan KOKO (Kolom Kosong) ala gotong-royong masyarakat Humbang Hasundutan akan mencatat sejarah bahwa ikatan emosional masyarakat pangaranto (Perantau) dan bonapasogit bersatu padu, tolong-menolong seperti semut menolak calon tunggal dan melawan arogansi elite politik yang mengkhianati hak demokrasi rakyat.