Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejatisu yang menangani perkara penjualan surat berharga berupa Medium Term Notes (MTN) 'akal-akalan' milik PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) Finance dengan kerugian keuangan negara mencapai Rp202 miliar, kembali 'dirontokkan' dalam sidang lanjutan secara video conference (vidcon) di Ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor pada PN Medan, Selasa (27/10/2020) siang.
Baik JPU maupun tim majelis hakim diketuai Sri Wahyuni memberi pertanyaan terhadap kedua ahli yang dihadirkan tim penasihat hukum (PH) terdakwa Maulana Akhyar Lubis yakni ahli hukum pidana Atja Sandjaya yang juga mantan Hakim Agung Mahkamah Agung (MA-RI) dan ahli akuntan perbankan.
Menurut Atja Sandjaya, bila perhitungan kerugian keuangan negara dilakukan auditor tidak berwenang (oleh JPU akuntan tidak terdaftar di IAPU bernaung di Akuntan Publik Tarmizi), bukan alat bukti yang sah.
"Bila hasil audit investigasi dilakukan kantor akuntan publik dijadikan dasar menentukan kerugian keuangan negara ternyata diperoleh secara melawan hukum atau tidak sesuai ketentuan kemudian dijadikan alat bukti yang sah, tidak bisa digunakan sebagai alat bukti. Jangan auditnya palsu. Kalau itu sempat palsu bisa bahaya," tegasnya.
Menjawab pertanyaan Marhilde, ketua tim PH terdakwa Andri Irvandi, Artja menimpali, hakim harus memutuskan perkara tindak pidana sekurang-kurangnya 2 alat bukti yang sah.
"Jangan sampai salah memutuskan. Lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah dari pada menghukum satu orang tidak bersalah," tegasnya.
Menjawab pertanyaan Eva Nora, salah satu tim PH Maulana Akhyar, ahli berpendapat, mengacu asas legalitas, sedurjana apapun perbuatan itu kalau tidak diatur dalam UU pidana, bukan tindak pidana. Sebab dalam perkara ini, timpal Eva Nora, kliennya didakwa JPU tidak melaksanakan Kepdir PT Bank Sumut No 531 Tahun 2004.
Menurut Artja, mengacu asas legalitas sebagaimana disebut dalam Pasal 1 ayat (1) KUHPidana, bahwa suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada.
"Bila Kepdir tersebut tidak ada disebutkan sanksi pidana, jelas perbuatan yang bersangkutan (terdakwa Maulana Akhyar, red) bukan tindak pidana," ujarnya lagi.
Hakim anggota Felix Da Lopez menanyakan tentang Divisi (Treasury) yang dipimpin terdakwa tidak memperhatikan ketentuan intermal (Kepdir PT Bank Sumut 531/2004), apakah perbuatan dikategorikan merugikan keuangan negara (korupsi), menurut ahli, penyidikan kasusnya harus terang benderang.
"Harus ada perhitungan akuntan publik, law opinion secara obyektif. Bila seseorang tidak punya kewenangan selidiki isi data keuangan uang diperbuat perusahaan lain dalam hal ini penjual MTN, bukanlah tindak pidana," jelasnya.
Sementara pendapat ahli akuntan dan perbankan Chair Loebis, mengaku sulit diterima akal sehat bila pertanggunjawaban hukum dilimpahkan sepenuhnya kepada Maulana Akhyar selaku Pimpinan Divisi Treasury PT Bank Sumut.
Di satu sisi, terdakwa Maulana memiliki tanggung jawab untuk mencari keuntungan termasuk di pasar modal. Posisi terdakwa juga di tingkat menengah. Pembelian MTN milik PT SNP Finance, tidak mungkin terjadi tanpa persetujuan unsur direksi bank daerah kebanggaan Sumut tersebut.
"Artinya kalau pun ada indikasi kesalahan, unsur direksi sebagai pimpinan juga harus dimintai pertanggungjawaban," tegas Chair Lubis.