Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Wacana ancaman hukuman mati terhadap pelaku korupsi bansos Corona jadi pembahasan hangat setelah Menteri Sosial (Mensos) nonaktif Juliari P Batubara terjerat korupsi dana bansos Corona. Penyidik senior KPK Novel Baswedan memberikan pandangan terkait wacana ancaman hukuman mati dalam perkara korupsi tersebut.
"Memang ada plus minus ya. Di sana orang berharap ada hukuman mati karena ingin ada efek jera. Padahal efek jera itu kebanyakan bisa diperoleh dan tindakan segera ketika orang berbuat jahat maupun adanya kepastian dalam teoritisnya begitu," kata Novel, dalam diskusi virtual, Kamis (10/12/2020).
Novel memberikan contoh hukuman yang berefek jera di Singapura agar tak buang sampah sembarangan. Menurutnya warga Singapura memiliki kesadaran tinggi terhadap ketertiban yang harus dijalankan dalam aturan.
"Masalah ketertiban di sana baik, itu karena adanya keyakinan orang kalau berlaku melanggar, dia yakin akan segera kena dan pasti kena. Keyakinan itu membuat orang menjadi tidak berani berbuat, itu efek jera," ujar Novel.
Lalu apakah Juliari akan kena hukuman mati? Menurut Novel, saat ini pasal yang menjerat Juliari dkk baru pasal suap.
"Pasal suap ancamannya bukan hukuman mati. Ancaman hukuman mati dalam UU Tipikor hanya ada di Pasal 2 ayat 2, yaitu korupsi karena merugikan keuangan negara yang dilakukan dalam keadaan bencana. Tapi sekarang pasal yang diterapkan baru terkait dengan masalah suap. Jadi apakah pasal suap bisa kena hukuman mati, tentu tidak," katanya.
Namun, Novel menyebut apabila dalam proses penyidikan ke depan ditemukan fakta-fakta yang bisa mengarah ke penerapan Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor, hal itu bisa saja diterapkan. Novel tak bisa memastikan apakah dengan hukuman mati bagi para koruptor yang terlibat akan membuat efek jera.
"Jadi masalah hukuman mati ada plus minus di sana dan yang paling utama, tadi saya katakan, penegakan hukum yang dilakukan dengan cepat, dan dengan jelas. Artinya proses itu justru berdampak efek jera yang lebih luas. Ini yang pertama terkait masalah hukuman mati," katanya.
Seperti diketahui, Mensos Juliari P Batubara dijerat KPK dalam kasus dugaan suap bantuan sosial Corona. Ia dijerat bersama empat orang lainnya, yaitu Matheus Joko Santoso, Adi Wahyono, Ardian IM, dan Harry Sidabuke. Dua nama awal merupakan pejabat pembuat komitmen atau PPK di Kemensos, sedangkan dua nama selanjutnya adalah pihak swasta sebagai vendor dari pengadaan bansos.
KPK menduga Juliari menerima jatah Rp 10 ribu dari setiap paket sembako senilai Rp 300 ribu per paket. Total setidaknya KPK menduga Juliari Batubara sudah menerima Rp 8,2 miliar dan Rp 8,8 miliar.
"Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama, diduga diterima fee kurang-lebih sebesar Rp 12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh MJS (Matheus Joko Santoso) kepada JPB (Juliari Peter Batubara) melalui AW (Adi Wahyono) dengan nilai sekitar Rp 8,2 miliar," ucap Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers sebelumnya.
"Untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober 2020 sampai Desember 2020 sejumlah sekitar Rp 8,8 miliar, yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan JPB," imbuh Firli.dtc