Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Sumatera Utara mengonfirmasi bahwa virus African Swine Fever (ASF) pada ternak babi belum sepenuhnya hilang dari Provinsi Sumatera Utara. Namun kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut, Azhar Harahap, upaya untuk menghilangkan virus ASF babi di Sumut terus dilakukan hingga saat ini.
"Penelitian terhadap virus (ASF) telah dilakukan sejak 6 bulan yang lalu," kata Azhar Harahap menjawab wartawan di Rumah Dinas Gubernur Sumut, Jalan Jenderal Sudirman Medan, Jumat (19/03/2021).
Ia mengatakan penelitian dilakukan di sejumlah daerah di Sumut yang selama ini menjadi populasi ternak babi. Masih di Serdang Bedagai dan beberapa daerah lainnya yang sudah siap dilakukan penelitian.
Azhar Harahap menambahkan penelitian virus ASF itu dilakukan Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut bersama Kementerian Pertanian dan Balai Veteriner Medan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Sebelumnya, beberapa langkah untuk memutus mata rantai penyebaran virus ASF di Sumut telah dilakukan Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut, kabupaten/kota dan Kementerian Pertanian.
Namun meskipun begitu, upaya itu belum mampu mencegah kematian babi di Sumutndari virus ASF. Dan berdasarkan data populasi ternak tahun 2019 yang dipublis Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut tahun 2020, diketahui jumlah ternak babi di Sumut mencapai 1.274.904 ekor.
Namun populasi babi di Sumut saat ini hampir habis karena virus ASF yang menyerang ternak babi di Sumut sejak Oktober 2019. Pada musim Natal 2020 dan Tahun Baru 1 Januari 2021 yang merupakan puncak kebutuhan daging babi di Sumut, membuktikan daging babi langka di Sumut.
Jika pun ada, harga per kilo sangat mahal, antara Rp 120.000-Rp 140.000 atau naik tajam dari harga biasa Rp 50.000-Rp 60.000. Akibatnya sejumlah masyarakat yang sebelumnya gemar mengonsumsi daging babi, akhirnya beralih ke daging kerbau, ayam, dan sapi.