Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Persidangan perkara korupsi terbilang 'tak lazim' berlangsung di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (1/7/2021) sore. Pasalnya, dalam tempo 1,5 jam, 5 agenda persidangan dilewati sekaligus perkara korupsi berbau pemberian uang suap (gratifikasi) Rp750 juta lelang jabatan dengan terdakwa mantan Plt Kakan Kemenag Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Zainal Arifin.
Usai tim jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejati Sumut membacakan materi tuntutan, majelis hakim diketuai Bambang Joko Winarno melanjutkan sidang dengan agenda mendengarkan nota pembelaan (pledoi) dari Mahadi, selaku ketua tim penasehat hukum (PH) terdakwa Zainal Arifin.
Bukan itu saja, sidang dilanjutkan dengan sesi penyampaian replik (jawaban atas pembelaan PH terdakwa) di mana JPU (secara lisan) menyatakan tetap pada tuntutan pidana 3 tahun dan denda Rp50 juta subsidair 3 bulan kurungan buat terdakwa Zainal Arifin.
Sebaliknya tim PH terdakwa dalam dupliknya (juga secara lisan) menyatakan tetap pada nota pembelaan yang baru dibacakan. Klimaksnya, masuk sesi pembacaan putusan (vonis) majelis hakim.
Hakim Bambang Joko Winarno akhirnya menjatuhkan vonis 2 tahun penjara terhadap Zainal Arifin. Selain itu terdakwa juga dihukum pidana denda Rp50 juta subsidair (bila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana) 1 bulan kurungan.
Dari fakta-fakta hukum terungkap di persidangan, majelis hakim menyatakan sependapat dengan tim JPU dimotori Polim Siregar.
Unsur pidana Pasal 5 ayat (1) b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHPidana, sebagaimana dakwaan pertama JPU, telah terbukti. Terdakwa diyakini terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan cara berkelanjutan memberikan uang suap melalui saksi Nurkholidah Lubis maupun suaminya, Zulkifli Batubara sebesar Rp750 juta.
Sebaliknya saksi Nurkholidah ada menyerahkan uang suap dalam bentuk cash maupun transferan lewat rekening bank dari terdakwa melalui beberapa orang. Di antaranya supir Iwan Zulhami bernama Deni Barus maupun Koko Barus. Deni dan Koko juga merupakan keponakan mantan orang nomor satu di Kanwil Kemenag Sumut tersebut. Keduanya mengaku ada menyerahkan uang dari Nurkholidah Lubis kepada Iwan Zulhami.
Uang tersebut bertujuan agar mantan Kakanwil Kemenag Sumut, Iwan Zulhami (terdakwa dalam berkas terpisah) bisa membantunya menduduki jabatan Kakan Kemenag Madina secara definitif. Hingga perkaranya digelar di Pengadilan Tipikor Medan, SK pengangkatan terdakwa belum turun dari Kemenag RI.
Namun di bagian majelis hakim menyatakan sependapat dengan pledoi tim PH terdakwa. Dalam perkara tersebut Zainal Arifin juga sebagai korban atas tawaran dan bujuk rayu saksi Nurkholidah (Kepsek MAN 3 Medan-red).
Hal memberatkan, perbuatan terdakwa sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak sejalan dengan program penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
"Sedangkan hal meringankan, terdakwa tidak menikmati hasilnya, menyesali perbuatannya, sudah berusia lanjut dan sopan selama persidangan," kata hakim.
Usai persidangan baik JPU maupun tim PH terdakwa menyatakan pikir-pikir. Apakah akan menerima atau melakukan upaya hukum atas vonis yang baru dibacakan majelis hakim.
"Iya. Masa penahanan terdakwanya sudah hampir habis," kata JPU Polim Siregar didampingi rekannya Putri Marlina saat ditanya dengan persidangan terbilang tak lazim tersebut.
Sementara dalam dakwaan disebutkan, Nurkholidah yang menginisiasi agar terdakwa menduduki jabatan Kakan Kemenag Madina. Menurutnya, Masrawati Sipahutar notabene perempuan tidak cocok menduduki posisi Kakan Kemenag Madina.
Terdakwa bersama Nurkholidah, Mei 2019 lalu pun 'sungkeman' ke rumah Iwan Zulhami. Mantan Kakanwil Kemenag Sumut, Iwan Zulhami setuju dengan kode (isyarat) yang diberikan Nurkholidah yakni 7 jari (Rp700 juta).