Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta.Anak usaha PT Pupuk Indonesia (Persero), PT Pupuk Kaltim terus berupaya mencari peluang ekspor. Terutama, masuk ke pasar India yang saat ini kebutuhan cukup besar.
Direktur Keuangan dan Umum Pupuk Kaltim Qomaruzzaman menjelaskan, kebutuhan pupuk di India cukup besar karena selama ini negara tersebut mengandalkan pasokan dari China. Sementara, saat ini banyak pabrik Cina yang kurang efisien kemudian ditutup.
"Kemarin ini akhir 2020 sampai 2021, ada kebutuhan di luar negeri yang cukup besar urea itu ternyata di India. Di India itu biasanya dapat suplainya dari Cina. Belakangan di Cina itu banyak pabrik-pabrik yang sudah tidak efisien. Sehingga, oleh mereka dimatikan juga, karena ya dia harus impor bahan baku, impor batu bara. Jadi, tingkat kebutuhan yang biasanya di India disuplai oleh Cina, jadi kurang, akhirnya potensi itu salah satunya menjadi pasar kami," terangnya dalam wawancara khusus detikcom, Jumat (27/8/2021).
Selain India, pihaknya juga menyasar Australia yang kebutuhannya diperkirakan masih tinggi. Tak hanya itu, Pupuk Kaltim juga menyasar pasar Eropa.
"Pasar kami periode ini banyak masuk ke India, tapi selain itu juga ada di Australia, bahkan sempat ada permintaan dari Eropa. Tapi yang terlihat sekali peningkatannya di India. Pasar India yang tadinya diisi oleh China, sekarang kita isi," ujarnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, adapun kapasitas produksi saat ini sebanyak 50% diarahkan untuk kebutuhan dalam negeri, dan 50% untuk ekspor.
"Tahun ini, kita dari kapasitas produksi kita, kita diarahkan untuk dalam negeri kira-kira 50%, yang keluar negeri untuk ekspor 50%. Jadi 50% itu gini, termasuk yang non subsidi di dalam negeri," terangnya.
Dia menuturkan, jika dibandingkan dengan ekspor, produksi untuk non subsidi tidak terlalu besar. Dia bilang, ekspor dilakukan setelah kebutuhan dalam negeri khususnya pupuk subsidi terpenuhi.
"Non subsidi dalam negeri oleh Pupuk Indonesia lebih banyak di-handle anak perusahaan yang lain. Sehingga Pupuk Kaltim memang didorong lebih fokus ke ekspor, setelah pemenuhan jumlah yang harus dipenuhi untuk subsidi," katanya.
Untuk diketahui, Pupuk Kaltim mencatat sebanyak 327.541 metric ton (MT) amoniak hasil produksi telah diekspor ke berbagai negara dengan nilai penjualan mencapai Rp 1,79 triliun selama semester I 2021. Adapun produksi amoniak mencapai 2,82 juta ton sepanjang 2020, atau meningkat 3.89% dibanding jumlah produksi 2019.
Pada ekspor semester I 2021 ini, selain menggunakan metode Free on Board (FoB), juga menggunakan metode Cost, Insurance and Freight (CIF) dengan mengirim amoniak sejumlah 5.250 MT menggunakan kapal armada milik PT Pupuk Indonesia
Logistik (Pilog). Metode CIF ini dipilih oleh PKT guna mengoptimalkan sinergi antar kedua anak usaha Pupuk Indonesia tersebut.
Adapun selama periode paruh pertama 2021, negara tujuan ekspor Amoniak PKT adalah Australia, India, Korea Selatan, Malaysia, Filipina, Taiwan, Thailand, Vietnam, Cina, Jepang dan Singapura.
"Kelihatan tren pertumbuhan sebenarnya di Australia, itu ada kalau diprediksikan, ada potensi pasar di area Australia, itu kemungkinan akan naik. Sehingga diharapkan kita juga bisa mengisi pasar itu, karena kita relatif dianggap produsen yang paling dekat dengan Australia. Dan infrastruktur di Pupuk Kaltim sangat baik untuk memenuhi kebutuhan itu," jelasnya.
Kinerja keuangan Pupuk Kaltim juga positif hingga Juli 2021. Dia mengatakan, target laba bersih tahun 2021 sebesar Rp 1,9 triliun bahkan sudah tercapai.
"Bottom line, laba ditargetkan kan tahun ini kira-kira Rp 1,9 triliun. Alhamdullilah di kondisi saat ini, kondisi pasar harga pasar bagus sekali, baik urea maupun amoniak. Sehingga dengan kuantum yang sama, yang kita capai dari produksi yang sudah kita hasilkan dengan harga yang sangat bagus, sehingga bisa menghasilkan keuntungan yang sangat bagus juga ini. Alhamdulillah dalam waktu sampai dengan bulan Juli target 1 tahun sudah bisa terlampaui," terangnya.
"Tapi kan gini, itu kaya seperti durian runtuh karena harga pasar yang melambung tinggi. Kita tidak boleh selalu berharap harga terlalu tinggi gitu kan, yang paling penting secara operasional kita tetap bisa meningkatkan efisiensi. Semua hal yang di bawah kendali kita, tetap kita jalankan sebaik mungkin," tutupnya.(dtf)