Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Wacana pemerintah menerapkan 'tax amnesty jilid II' atau pengampunan pajak menuai kritik. Rencana itu tertuang dalam draft Rancangan Undang-undang (RUU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang tak lama disahkan jadi Undang-undang (UU).
Direktur Riset CORE Indonesia, Piter Abdullah menilai, kebijakan ini akan menurunkan kredibilitas pemerintah. Apalagi, pemerintah sebelumnya membujuk wajib pajak untuk ikut tax amnesty dan akan memberikan hukuman bagi mereka yang tidak patuh terhadap pajak.
Menurutnya, rencana tax amnesty jilid II ini menunjukkan ketidakkonsistenan pemerintah. Hal ini pun berisiko menurunkan kepatuhan wajib pajak di masa depan.
"Pengampunan pajak tersebut menurunkan kredibilitas pemerintah. Dulu saat tax amnesty pemerintah membujuk wajib pajak untuk ikut tax amnesty dengan iming-iming stimulus bagi yang patuh. Di sisi lain memberikan hukuman kepada yang tidak patuh, tidak ikut tax amnesty apabila terbukti ada ketidakpatuhan pajak," katanya kepada detikcom, Senin (4/10/2021).
"Sekarang pemerintah tidak konsisten, tidak ada tindak lanjut hukuman tersebut. Mereka justru mendapatkan kesempatan kedua untuk diampuni. Ketidakkonsistenan pemerintah ini berpotensi menurunkan kepatuhan wajib pajak di masa depan," paparnya.
Hal senada diungkap Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad. Menurutnya, hal ini perlu ditelusuri apakah rencana kebijakan tersebut murni inisiatif pemerintah atau ada hal-hal politis yang melatarbelakangi.
"Memang harus perlu ditelusuri apakah memang ini posisi inisiatif bener-bener katakanlah pemerintah, atau hal politik yang melatarbelakangi sehingga tax amnesty diberlakukan," katanya.
Apalagi, belakangan ada fenomena jumlah tabungan di atas Rp 5 miliar atau orang kaya meningkat cukup pesat. Di saat yang sama, RUU ini juga mewacanakan tarif pajak untuk yang berpenghasilan di atas Rp 5 miliar per tahun sebesar 35%.
"Pasti gimana caranya saya nggak kena pajak lebih tinggi. Yaudahlah akhirnya diberlakukan tax amnesty tapi skema tarifnya memang lebih rendah dibandingkan 2017 atau 2016 yang lalu," katanya.
Dia bilang, untuk menghindari pajak 35%, wajib pajak bisa mengikuti tax amnesty jilid II dengan tarif yang lebih rendah. Dalam draft RUU ini, memang tax amnesty tidak secara gamblang disebutkan, namun tertulis Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak yang tertuang dalam Bab V.
Tarifnya pun tertuang di dalam draft tersebut. Termasuk, tarif atas harta yang diinvestasikan, salah satunya ke surat berharga negara.
Tauhid berpandangan, meski tarif di tax amnesty jilid II lebih rendah dibanding dengan jilid I. Namun, mereka yang ikut bisa mendapat keuntungan dari investasi surat berharga negara. Dengan demikian, dia menuturkan, tak ada bedanya tax amnesty jilid I dan II.
"Sebenarnya ini tak ada bedanya dengan tax amnesty yang pertama meskipun ada skema begitu. Hitung-hitungan persentasenya kan sama," katanya.(dtf)