Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Pengamat politik Bambang Arianto, menilai gaya komunikasi marah-marah Menteri Sosial Tri Rismaharini justru membuat publik tidak simpati. Pasalnya, menurut peneliti media sosial Institute for Digital Democracy (IDD) ini, gaya komunikasi marah-marah yang berulang-ulang kerap menimbulkan dugaan seperti sebuah kesenganjaan untuk menarik simpati publik.
"Memang kita akui bahwa diawal-awal era reformasi, gaya komunikasi marah-marah tentu akan mendapat banyak simpati publik. Sebab, kala itu memang kita sulit menemukan pemimpin atau pejabat publik yang berani tegas, apalagi berani memarahi bawahannya ketika melakukan kesalahan di depan umum," kata Bambang dalam keterangan tertulisnya, Selasa (5/10/2021).
Tapikan, lanjut Bambang, konteks kekiniaan tentu sangat berbeda. Apalagi dengan makin pentingnya media sosial dalam kehidupan masyarakat, membuat setiap orang akan cepat menerima informasi tersebut. Bayangkan saja, bila setiap saat orang disuguhi video marah-marah secara berulang-ulang kali, tentu akan membuat bosan dan semakin membuat publik tidak bersimpati.
Dampak negatif lainnya tentu gaya marah-marah ini bisa menjadi bumerang bagi masa depan politik Risma ke depan. Sebab, di era media sosial, konten marah-marah ini akan bisa saja dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk dikemas menjadi konten negatif dengan tujuan menjatuhkan nama baiknya.
"Padahal pasti kita tahulah, seorang figur politik seperti Bu Risma tidak mungkin tidak memiliki kepentingan untuk terus berkontestasi dalam kancah politik masa mendatang. Apalagi kabarnya Bu Risma akan ikut berkontestasi di Pilkada DKI Jakarta. Artinya, akan lebih bijak, bila Bu Risma juga mendengar masukan para peneliti atau pengamat untuk berani menurunkan tensi marah-marahnya di depan umum," paparnya.
Sebab, tambah Bambang, bagaimanapun masyarakat Indonesia memiliki karakter yang masih taat dengan nilai-nilai sosial seperti selalu berempati dan saling menghargai orang lain. Artinya, kalau bisa dibicarakan baik-baik mengapa harus marah-marah.