Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Sidang dugaan perkara perjudian dengan terdakwa Johan (36) warga Jalan Pertempuran, Kelurahan Pulo Brayan Kota, Kecamatan Medan Barat, kembali digelar secara video teleconference (vidcon). Jaksa penuntut umum (JPU), Nelson Victor menghadirkan saksi yang merupakan seorang dokter spesialis kejiwaan RS Mahoni, Elmeida Effendy M.ked (KJ), SpKJ (K).
Dalam keterangannya yang disampaikan secara virtual di hadapan majelis hakim diketuai Hendra Sutardodo, Elmeida mengatakan bahwa terdakwa memang sempat dirawat di RS Mahoni karena mengalami gangguan mental pada 1 Oktober 2015.
"Memang yang bersangkutan pernah datang berobat. Waktu itu saya sarankan untuk rawat inap selama lima hari, tapi setelah dirawat satu malam dia langsung pulang," sebut Elmeida, dalam sidang di Ruang Cakra 8 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Jumat (26/11/2021) siang.
Ketika ditanya JPU Nelson tentang proses perawatan terdakwa, saksi menjelaskan bahwa ketika itu dirinya memberikan beberapa jenis obat yang fungsinya membantu terdakwa mengontrol emosinya.
"Sewaktu dirawat dia diberi obat untuk meredakan kecemasan dan membantu mengontrol emosinya," imbuh Elmeida.
Elmeida juga mengakui di persidangan ada mengeluarkan surat yang menyatakan bahwa terdakwa didiagnosa mengidap penyakit gangguan mental.
"Ia benar. Saya ada mengeluarkan surat itu," ucap saksi Elmeida.
Di luar persidangan, tim Penasehat Hukum terdakwa, Suwandi SH didampingi Jonen Naibaho SH, Andus H Lingga SH dan Rudolf Naibaho SH mengatakan bahwa sebenarnya terdakwa telah dinyatakan mengalami gangguan jiwa. Bahkan dokter penyidik Polda Sumut juga pernah membawa terdakwa ke RS Bhayangkara.
"Maka dengan adanya dugaan memiliki penyakit gangguan mental, tim penasehat hukum juga telah beberapa kali melayangkan surat penangguhan, baik ke polda, kejaksaan maupun ke pengadilan, namun tidak pernah dikabulkan," katanya.
Menurutnya, karena terdakwa memiliki penyakit gangguan mental, maka berdasarkan Pasal 44 KUHAPidana, terdakwa tidak bisa dikenakan pertanggungjawaban pidana.
"Artinya, dia tidak boleh ditahan. Apalagi sudah ada bukti-bukti visum yang dikeluarkan RS Bhayangkara. Tetapi surat visum tersebut tidak dimasukan penyidik di berkas. Namun kami akan masukkan berkas tersebut ke pembuktian kami di persidangan sebagai alat bukti," ujarnya.