Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Rusia memegang peranan penting dalam rantai pasok energi global. Tak ayal serangan militer negara tersebut ke Ukraina, serta ancaman sanksi dari banyak negara menyebabkan harga minyak dunia meroket hingga menyentuh level US$ 105 per barel. Angka tersebut memecahkan rekor tertinggi sejak 2014.
Menyadur Investopedia, Jumat (25/2/2022), Rusia adalah salah satu produsen minyak terbesar dunia, sekitar 12% minyak mentah global bersumber dari negara tersebut. Sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam, Rusia memusatkan produksi energinya di Siberia Barat dan provinsi minyak dan gas Volga-Ural.
Industri minyak diprivatisasi setelah runtuhnya Uni Soviet, tetapi sebagian besar bergerak di bawah kendali pemerintah pada pertengahan 2000-an. Perekonomian negara yang kini dipimpin Presiden Vladimir Putin itu sangat bergantung pada ekspor energi. Rusia adalah wilayah pengekspor minyak terbesar keempat di dunia pada tahun 2020.
Produsen minyak Rusia Gazprom, Lukoil, dan Rosneft termasuk di antara perusahaan energi terkemuka di dunia. Rosneft adalah pemimpin pasar domestik yang saham pengendalinya dimiliki oleh Rosneftegaz, sebuah perusahaan yang sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah Rusia. Rosneft membeli saham Yukos, yang pernah menjadi produsen minyak terbesar di negara itu hingga akhirnya bangkrut.
Gazprom Neft adalah anak perusahaan dari raksasa energi Rusia Gazprom. Perusahaan milik negara Transneft mengoperasikan jaringan pipa minyak Rusia. Perusahaan minyak di Rusia juga memiliki pengaruh terhadap industri lain, misalnya, Surgutneftegaz memiliki saham di National Media Group milik swasta yang mengoperasikan saluran TV, studio film, media cetak, dan biro iklan.
Pada 2020, kilang minyak Rusia memproduksi sekitar 6,7 juta barel per hari, sedikit meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Selama 20 tahun terakhir, kapasitas kilang harian di seluruh daerah tumbuh sebesar 1,2 juta barel.
Hebatnya lagi, Rusia memiliki kapasitas kilang terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan China. Volume penyulingan minyak mentahnya meningkat setelah 2011, ketika Perjanjian Quadripartit antara perusahaan minyak, Layanan Antimonopoli Federal, Rostekhnadzor, dan Rosstandart ditandatangani.
Sesuai dengan perjanjian tersebut, produsen meningkatkan investasi dalam modernisasi kilang, yang menyebabkan peningkatan pangsa produk ringan dalam total output penyulingan dan pertumbuhan kedalaman penyulingan.
Rusia mengekspor lebih dari 7,4 juta barel minyak per hari pada 2020, turun dari sekitar 8,4 juta barel per hari yang tercatat pada tahun sebelumnya. Selama dekade terakhir, volume ekspor minyak tertinggi dari Rusia tercatat pada 2017, yaitu hampir 9 juta barel per hari.
Diberitakan New York Times, invasi Rusia ke Ukraina dapat mengganggu pengiriman minyak Rusia ke Eropa dan diikuti oleh penurunan pembelian energi Rusia oleh Barat. Masalah utamanya adalah seberapa jauh negara Barat akan menerapkan sanksi yang dapat menghambat bisnis minyak Rusia.
Amerika Serikat (AS) dan Eropa sendiri telah berjanji untuk memberikan sanksi terberat terhadap negara yang dipimpin Presiden Vladimir Putin.
"Jika sanksi mempengaruhi transaksi pembayaran, bank Rusia dan mungkin juga asuransi yang mencakup pengiriman minyak dan gas Rusia, pemadaman pasokan tidak dapat dikecualikan," kata Analis Commerzbank Carsten Fritsch, disadur detikcom dari Reuters.
Setidaknya, berdasarkan sumber Reuters, tiga pembeli utama minyak Rusia tidak dapat membuka surat kredit dari bank-bank Barat untuk menutupi pembelian pada hari Kamis.
"Rusia adalah produsen minyak terbesar ketiga dan pengekspor minyak terbesar kedua. Mengingat persediaan rendah dan kapasitas cadangan berkurang, pasar minyak tidak dapat menanggung gangguan pasokan besar," kata analis UBS, Giovanni Staunovo.
"Kekhawatiran pasokan juga dapat memacu aktivitas penimbunan minyak, yang mendukung harga," tambahnya.
Beberapa anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) mengatakan pada pekan ini kelompok dan sekutunya tidak perlu meningkatkan produksi lebih lanjut. Sebab, kesepakatan potensial antara Iran dan AS atas program nuklir akan meningkatkan pasokan.
Amerika Serikat dan Iran telah terlibat dalam pembicaraan nuklir tidak langsung di Wina yang dapat mengarah pada penghapusan sanksi terhadap penjualan minyak Iran.
Pejabat tinggi keamanan Iran Ali Shamkhani, mengatakan tidak tertutup kemungkinan untuk mencapai kesepakatan nuklir yang baik dengan kekuatan Barat setelah kemajuan yang signifikan dalam negosiasi.
Jepang dan Australia juga mengatakan bahwa mereka siap untuk memanfaatkan cadangan minyak mereka, bersama dengan negara-negara anggota Badan Energi Internasional lainnya, jika pasokan global berkurang karena gejolak di Ukraina.(dtf)