Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Lembaga Survei Indikator Politik kembali merilis survei terkait kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pada survei kali ini terjadi penurunan hingga 6% selang sebulan dari survei terakhir yakni mencapai 64,1%. Penurunan drastis itu bersumber dari isu kenaikan harga bahan-bahan pokok.
Survei terbaru Indikator Politik ini digelar pada 5-20 Mei 2022 dengan total 1.228 responden. Sampel diambil secara acak melalui telepon seluler. Sementara margin of error survei ini 2,9% dengan tingkat kepercayaan 92%.
Responden diberi pertanyaan seberapa puas responden atas kinerja Presiden Jokowi. Hasilnya, 58,1% menyatakan puas, dengan hasil sebagai berikut:
Sangat puas 8%
Cukup Puas 50,1%
Kurang puas 29,1%
Tidak puas sama sekali 6,1%
Tidak tahu 6,7%
Angka tersebut menurun dibanding survei sebelumnya pada 20-25 April 2022 yang menunjukkan adanya peningkatan terhadap kinerja Jokowi, yakni 5%, dari survei sebelumnya dengan persentase 59%.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi memaparkan faktor terbesar ketidakpuasan itu datang dari isu harga kebutuhan pokok yang melonjak. Dia mengulas ketidakpuasan yang sebelumnya datang dari isu kesehatan saat kasus COVID tak terkendali dan masalah lapangan pekerjaan.
"Ada 35% masyarakat yang mengatakan tidak puas terhadap kinerja Pak Jokowi. Apa alasan utamanya, clear, masalah harga-harga kebutuhan pokok meningkat. Sebelumnya itu yang paling tinggi (faktor ketidakpuasan) seperti zaman COVID sedang merajalela itu adalah COVID. Setelah COVID mulai bisa terkendali, itu isunya yang dianggap penting dan jadi sumber ketidakpuasan adalah penciptaan lapangan pekerjaan, sekarang adalah harga pokok meningkat," kata Burhanuddin dalam konferensi pers secara virtual, Minggu (15/5/2022).
Burhanuddin menyebutkan, dari seluruh responden yang memilih tak puas atas kinerja Jokowi, sebanyak 28,9% menyatakan harga-harga kebutuhan pokok meningkat, sedangkan sebesar 10,7% mengatakan bantuan tak merata.(dtc)