Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Pengusaha belakangan meminta pemerintah untuk memberikan penugasan kepada badan usaha milik negara (BUMN) dalam memproduksi dan distribusi minyak goreng curah rakyat (MGCR) dan Minyakita. Tidak hanya itu, pengusaha juga meminta agar ada relaksasi terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk penjualan minyak goreng murah itu.
Menanggapi hal itu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mempertanyakan apa yang dilakukan perusahaan swasta dalam hal ini produsen minyak goreng, jika program Minyakita dan MGCR diserahkan semua ke BUMN.
"Kalau sekarang minyak ini hanya BUMN, swasta mau apa? Mau ambil yang gedenya saja? Ekspor saja? Loh enak benar loh jadi pengusaha nggak mau dibebankan apa-apa. Sekarang ini jadi tanggung jawab bersama-sama dong. Gotong-royong," ujar Plt Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag Syailendra, kepada detikcom, Jumat (29/7) kemarin.
Syailendra juga mengatakan, agar para pengusaha bisa memikirkan kepentingan masyarakat Indonesia juga. "Mereka menanam sawit di mana? Di Indonesia kan? Ya mbok ya mikir untuk masyarakat Indonesia. Malulah kita, kebun sawit terbesar di dunia, masa minyak aja kita nggak bisa urus," lanjutnya.
Kemudian, jika produksi dan distribusi Minyakita diserahkan ke BUMN, Syailendra mengatakan akan membebankan APBN. Jadi ia berharap ada kerja sama dan gotong-royong dari pengusaha.
"Kalau penugasan ada risikonya ke APBN kita, lah kalau penugasan maka pemerintah membayar selisih. Gotong-royonglah jangan tetangga sebelah goreng ayam melulu, yang sebelah nggak makan," ucapnya.
Syailendra pun menegaskan, jika pengusaha minyak goreng berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri salah satunya memproduksi Minyakita, maka akan dipertimbangkan untuk penghapusan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO).
"Kita akan evaluasi, kalau berjalan dengan baik. Ngapain sih ngatur-ngatur orang kita, biar saja mereka dia ekspor toh masuk pajak. Kalau salah, kan nanti diperiksa penegak hukum," ungkapnya.
"Jadi sekarang yang diminta Pak Menteri itu komitmen dan konsistensi untuk kepentingan rakyat, gitu aja. Kalau komitmen akan dipertimbangkan itu DMO-DPO dicabut," tutupnya.
Keterangan Pengusaha Minyak Goreng soal Minyakita
Sebagai informasi, belakangan ini pengusaha minyak goreng mendorong pemerintah untuk mencabut kebijakan DMO-DPO demi kelancaran ekspor CPO atau minyak sawit mentah. Tidak hanya itu, pengusaha juga meminta agar pemerintah memberikan penugasan saja ke BUMN untuk produksi dan distribusi program Minyakita.
Saat ini diakui oleh Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNl) Sahat Sinaga bahwa Minyakita saat ini diproduksinya memang belum maksimal. Ia mengatakan produksi saat ini baru 5 sampai 10 ribu liter per bulannya.
"Ada (produksi Minyakita) sedikit-sedikit tapi tidak full capacity. Iya sekitar 5-10 ribu liter per bulan. Kalian perlu tahu bahwa pesan material plastik Minyakita itu penuh risiko," ungkapnya kepada detikcom.
Sahat mengatakan masih perlu ada usaha atau metode dari pemerintah agar produsen minyak goreng mau segera berinvestasi untuk produksi Minyakita. Ia menyarankan adanya pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan merek dagang Minyakita dilimpahkan ke BUMN.
"Itu perlu ada usaha metode pemerintah agar produsen minyak goreng mau segera berinvestasi untuk packing line. Nggak bentuk modal, bentuk lain saja, misalnya penjualan Minyakita selama 1,5 tahun PPN Rp 0. Lalu yang memiliki merek dagang Minyakita itu dilimpahkan ke Bulog dan ID Food," jelasnya.
Jadi, menurutnya harus ada peran pemerintah dalam produksi Minyakita ataupun untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sahat juga mengatakan jangan hanya bentuk regulasi saja, tetapi perlu ada penugasan ke BUMN karena menurutnya pemerintah lebih mempunyai kapasitas di sana.
"Kami dari GIMNI mengusulkan agar pemerintah itu punya peran kuat dalam hal pasokan Migor Rakyat ini, dan tidak diserahkan ke swasta," ucapnya.(dtf)