Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Tapanuli Utara. Pasca putusan MK No 35 Tahun 2012 tentang penegasan hutan adat bukan lagi hutan negara, Masyarakat Hukum Adat (MHA) berharap masa depannya digantungkan pada hadirnya undang-undang yang berpihak kepada kepentingan masyarakat adat. Pengakuan yang nantinya akan menjaga hak masyarakat adat dalam mengelola wilayah adat dan memiliki hak atas kekayaan sumber daya alamnya yang berada di atas wilayah adat.
Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) wilayah Tano Batak Roganda Simanjuntak mengatakan dengan terbitnya produk hukum daerah tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Tapanuli Utara (Taput), Sumatra Utara harus segera diimplementasikan, mengingat situasi dari masyarakat adat yang menanti adanya pengakuan tersebut.
"Setelah proses verifikasi teknis yang berjalan di Taput tahun 2021, ada 11 komunitas adat yang dilakukan verifikasi, 3 di antaranya mendapatkan hak atas hutan adat dan wilayah adat. Namun masih ada 8 komunitas adat lagi yang akan menunggu hasil lanjutan. Sedangkan beberapa komunitas adat saat ini juga masih mengusulkan pengajuan hutan adat untuk segera di realisasikan," kata Roganda kepada medanbisnisdaily.com, Jumat (9/9/2022).
Namun demikian, dalam proses persiapan pengakuan ini, teamnya (AMAN) bersama masyarakat telah melakukan berbagai upaya persiapan, termasuk melakukan kesepakatan dengan seluruh anggota masyarakat adat dalam menyusun kebutuhan dokumen yang akan diberikan kepada pemerintah.
"Kita mendapat dukungan dari berbagai pihak, tentu untuk memfasilitasi masyarakat adat mendapatkan legalitas pengakuannya. Sehubungan dengan itu pula, kita undang 40 orang perwakilan komunitas masyarakat adat dari Tapanuli Utara yang berasal dari berbagai kecamatan seperti Sipahutar, Adiankoting, Purba Tua, Siborongborong dan Parmonangan untuk mengikuti seminar tentang pengakuan hak MHA," ujarnya disela penutupan acara bertajuk “Hak-hak Masyarakat adat dalam dan sekitar hutan dalam proyek pembangunan Infrastruktur“, yang digagas bersama dengan Yayasan Kehutanan Masyarakat Lestari (YMKL), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak dan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara.
Tambah Roganda, Kalau dibandingkan dengan syarat penetapan masyarakat adat sekarang, syarat pengakuan hak MHA pada masa kolonial jauh lebih maju. Karena syarat pengakuan masyarakat adat sekarang terlalu ribet, ada tahapan identifikasi, verifikasi, validasi dan penetapan.
"Kita berharap, politik diskriminatif terhadap masyarakat adat saatnya diakhiri. karena Jauh sebelum indonesia merdeka masyarakat adat sudah lahir dan berketurunan di wilayah Indonesia.Jujur, Negara harus mengakui bahwa masyarakat adat itu sebenarnya adalah pemilik asal semua tanah dalam wilayah NKRI. Dengan demikian, hak kepemilikan tanah sama dengan hak asasi warga negara Indonesia," ujarnya.
Harapannya, para pemangku kebijakan lebih berorientasi pada pengakuan yang berbasis pendekatan yang lebih ramah demi dan untuk kepentingan masyarakat adat.