Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
SUKSES tidak dilihat dari latar belakang keluarga, pendidikan,dan modal besar. Sukses itu dari kerja keras dan optimis seperti yang dilakukan Nanang Gunawan (50). Nanang hanya seorang petani kopi, namun mampu mengolah hasil panen kopi menjadi serbuk bubuk kopi yang memiliki nilai jual tinggi hingga pemasarannya sampai keluar negeri.
Kisah sukses petani kopi pengungsi Aceh Tahun 1999 lalu ini, dimulai dari nol hingga mampu memasarkan produk usahanya sampai keluar negeri. Memamfaatkan transformasi digital binaan Bank Rakyat Indonesia (BRI) ini rajin membagikan produk usahanya di media sosial, itu tidak sia-sia. Usahanya semakin dikenal dan pembeli dari luar negeri pun ikut memesan.
“Alhamdulillah kita yang gaptek teknologi bisa juga memasarkan kopi lewat media sosial , IG, FB, IG,TikTok dan Marketplace. Pesanan dari luar negeri pun berdatangan,” ujar Nanang Gunawan saat ditemui ditempat usahanya MJ Coffee di Desa Situmba, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera utara, Sabtu (14/012023).
Selain memasarkan kopi, usaha MJ Coffee ini juga menjual bibit kopi yang mereka sebut “Kopi Ateng Super Sigarar Utang Dari Tim-tim” seperti yang saat ini mereka kembangkan diatas lahan 100 ha di Dusun Kampung Baru, Desa Sampean, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan.
Mengungsi dari Aceh
Nanang Gunawan (50) adalah salah satu kepala keluarga pengungsi dari Takengon, Aceh Tengah pada Tahun 1999 lalu. Nanang bersama 40 kepala keluarga lainnya keluar dari Takengon menggunakan mobil angkutan besar atau Bus. Mereka terpaksa keluar dari Aceh karena situasi kemanan tidak baik, akibat konflik Aceh yang berkepanjangan. Gerakan Aceh Merdeka (GAM) terus membayangi rasa ketukan warga akibat seringnya terjadi baku tembak dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Nanang bukan robongon yang pertama mengungsi dari Aceh saat situasi mencekam disana. Pengungsi Aceh sudah banyak keluar dari Aceh mencari kehidupan baru, mereka tersebar disejumlah daerah di Sumatera Utara.
Situasi tidak kondusif itu membuat warga perantau di Aceh banyak mengungsi. Mereka awalnya bermukim di Aceh dari peserta trasmigrasi warga pulau Jawa dimasa Presiden Suharto. Program pemerintah ini untuk pemerataan dan kesatuan. Transmigrasi juga bermamfaat meningkatkan taraf hidup masyarakat terutama di bidang pertanian. Waktu itu transmigrasi bertujuan untuk mengurangi kepadatan kota Jakarta yang semakin sempit dan juga pemerataan dan kesatuan. Warga transmigrasi banyak tersesebar di sejumlah daerah di Indonesia termasuk Aceh. Salah satunya nenek dari Nanang.
“Iya kakek dulunya datang ke Aceh sebagai peserta Transmigrasi. Tahun 1999 kita mengungsi dari Aceh karena tidak tahan mendapat tekanan dari konflik GAM dengan TNI. Kita keluar tidak membawa apa-apa, hanya pakaian dibadan,”kenang Nanang.
Dia juga bercerita bahwa saat mengungsi keluar dengan barang seadanya tanpa tujuan yang jelas. Rumah, tempat usaha dan harta benda ditinggal begitu saja.
Bus yang ditumpangi Nanang bersama 40 kepala keluarga lainnya sampai di kantor Gubernur Sumatera Utara. Gubernurnya waktu itu Raja Inal Siregar. Menemui pengusi Aceh ini Raja Inal Siregar menawarkan solusi dan tempat tinggal bagi mereka di Sipirok kampung halaman Gubernur.
“Raja Inal Siregar mengarahkan kita ke Sipirok kampung halaman beliau, kita di kasih tempat dan lahan kosong kendati awalnya menumpang di Dusun Kampung Baru di Desa Sampean, Kecamatan Sipirok,” kata Nanang.
Berkat kerja keras mereka seiring waktu kehidupan Nanang bersama 40 kepala keluarga lainnya berubah. Berangsur keluarga mereka memiliki modal dan mampu membeli lahan dan rumah sendiri. Di Kampung Baru ini Nanang bersama 40 kepala keluarga lainnya mulai bercocok tanam kopi, mereka jadi petani seperti usaha yang biasa mereka tekuni di Aceh.
Nanang yang sudah memiliki ilmu pertanian kopi ini berhasil mengembangkan kopi di Sipirok alamnya yang dingin serasa tidak asing bagi mereka. Di Takengon Aceh Tengah juga alamnya seperti di Sipirok iklimnya cocok buat tanaman kopi. Nanang yang sebelumnya memiliki ilmu sebagai petani kopi di Aceh, membuatnya betah bertani kopi di lahan yang sydah ada di Sipirok. Saat ini para warga pengungsi ini memiliki 100 Ha lahan kopi di Kampung Baru. Lahan kopi ini berada di satu tempat, ini Satu-satunya hamparan kopi seluas 100 ha yang ada di Sipirok. Umur tanaman kopi yang mereka kelola dilahan 100 ha itu sudah ada berusia 20 Tahun namun ada juga berusia 10 tahun.
Selain bertani kopi Nanang juga mengembangkan pembibitan kopi. Buah tangan dinginnya bibit kopi ternyata diminati warga setempat untuk ikut bercocok tanam kopi dari bibit yang di samai Nanang. Seiring waktu bisnis bibit kopinya masi bertahan sampai sekarang. Sehingga Nanag dikenal dengan sebutan “Penjual Bibit Kopi dari Aceh”.
Tidak puas sampai disitu Nanang kembali membuat inovasi baru untuk membuat pabrik pengeringan dan penggilingan kopi. Ide ini terlahir setelah melihat produksi kopi dari lahan mereka semakin banyak. Nanang mulai merintis usaha pengolahan kopi menjadi bubuk kopi siap saji. Bubuk kopi ini mulai dipasarkan. Selain dari hasil kebun Nanang juga menampung kopi dari petani lain untuk di jual. Berbisnis kopi ternyata lebih menjanjikan sehingga Nanang mulai focus dan mengembangkan usaha ini sejak tahun 2011 sampai sekarang.
BRI Peduli
Pelatihan berwira usaha mulai diikutinya. Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk pertama kalinya memberikan pinjaman modal sebesar Rp.50 juta rupiah dan pihak bank ini terus memberi motivasi termasuk kiat pemasarannya dengan menggunakan teknologi digital. Tahun 2011 usaha membuka pabrik kecil-kecilan pun mulai di lakukan. Awalnya dipasarkan di daerah Spirok saja. Produksi pabrikan uaha kelompok Tani Sipirok Maju Jaya asal nama MJ Coffee. MJ Coffee ini hanya mampu memproduksi 200 kg per bulannya, akibatnya banyak permintaan dari luar daerah yang tidak bisa dipenuhi.
Kemudian Nanang kembali menambah modal usahanya dari BRI sebesar Rp.100 juta pinjaman yang diperolehnya dari Kredit Usaha Rakyat (KUR). Dari tambahan modal ini usahanya mampu meningkatkan produksi. Selain BRI bank lain juga melirik usaha yang punya prosfek bagus ini yang membuat usaha MJ Cofffee semakin maju dan berkembang. PLN Peduli misalnya perusahaan BUMN ini memberikan tambahan modal dan peralatan bagi usaha MJ Cofffe. Begitu juga Bank Indonesia (BI) Sibolga ikut membina usaha MJ Cofffee.
“Terima kasih BRI, terima kasih kepada semuanya yang telah memberikan dukungan secara moril maupun materil terhadap perkembangan usaha ini,” cetus Nanang.
Saat ini Nanang telah memiliki ruangan pengeringan kopi yang disebut dengan greenhouse, mesin perontok kulit kopi dan mesin penggilingan kopi dengan kapasitas yang lumayan besar. Kualitas kopi yang digiling di mesin penggilingan Nanang lebih berkualitas. Di MJ Coffee ini ada kopi robusta dan kopi arabika. “Kopi Arabika ternyata lebih dikenal di pasar dalam maupun luar negeri itu karena kualitas kafeinnya lebih tinggi,” kata Nanang.
Hasil produksi kopi dari MJ Cofffee ini semkin meningkat hingga kini sudah bisa memenuhi permintaan kota-kota besar diluar sipirok seperti kota Medan, Pulau Jawa, Kalimantan bahkan belakangan produk MJ Coffee Sipirok sudah merambah luar negeri seperti Malaysia dan Singapura.
Sepanjang Tahun 2022 MJ Coffee berhasil mengekspor 500 kilogram Green Bean Coffee ke Singapura dan 1,5 ton varian kopi serupa ke Malaysia.
“Saat ini banyak permintaan dari luar daerah dan luar negeri ini tidak terlepas dari berbagai pameran dan marketplace promosi online,” kata Nanang.
Pembangunan green house ini mengatasi salah satu kendala terbesar yaitu pengeringan biji kopi. Hasilnya, produktivitas kelompok tani meningkat dengan kemampuan pengeringan biji kopi mencapai 1 ton per bulannya, 5 kali lipat dari kapasitas sebelumnya 200 kg per bulan yang dikelola secara tradisional. “Peningkatan produktivitas kopi Sipirok ini berbanding lurus dengan meningkatnya pendapatan MJ Coffee hingga 3 kali lipat dari sebelumnya Rp30 juta menjadi Rp95 juta,” jelasnya.
Dukungan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan juga diharapkan dapat mendorong usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) seperti MJ Coffee ini. Dengan usaha seperti ini tidak hanya meningkatkan ekonomi pengusaha juga ekonomi masyarakat petani kopi di Sipirok ikut merangkak naik.