Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Siapa sih yang tidak suka mengonsumsi mi instan? Makanan ini menjadi salah satu jenis makanan yang gampang ditemui di mana saja dengan banyak varian rasa. Selain itu, proses pembuatannya yang terbilang mudah membuat banyak orang merasa lebih praktis ketika mengonsumsi mi instan.
Bahkan dengan rasanya yang gurih dan enak, terkadang membuat orang ingin mengonsumsinya setiap hari. Lantas, ada nggak sih batasan makan mi instan?
Pakar farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr Zullies Ikawati, mengungkapkan sebenarnya tak ada batasan seseorang yang ingin mengonsumsi mi instan. Sebab, menurutnya, mi instan merupakan karbohidrat yang fungsinya sebagai pengganti nasi.
"Hanya saja nasi itu dari beras, kalau mi itu dari gandum. Jadi sebetulnya kalau di Italia misalnya, itu setiap hari makan pasta loh, mi juga kan? Nggak papa juga kan? Sebenarnya nggak ada aturan harus berapa banyak, maksimal, itu nggak ada," katanya dalam siaran detikPagi, Jumat (28/4/2023).
Namun yang perlu diperhatikan adalah mereka yang memiliki kondisi tertentu, misalnya orang yang sensitif dengan bahan pengawet di dalam mi instan, atau mereka yang memiliki riwayat hipertensi.
Menurut Prof Zullies, jika memiliki kondisi seperti itu, sebaiknya mengganti bumbunya dengan bahan alami atau mengurangi takaran bumbu dari produk mi instan yang dikonsumsi. Hal ini berguna untuk menghindari dampak yang bisa terjadi terhadap orang dengan kondisi tertentu.
"Kadang ada loh orang-orang yang sensitif dengan bahan pengawet makanan sehingga ada yang alergi dan sebagainya. Jadi mengukur kemampuan masing-masing, kemampuan masing-masing," imbuhnya.
"Mungkin kalau terlalu asin, orang-orang dengan hipertensi mungkin bisa mengurangi bumbunya. Kan sama kaya pasta, cuma bumbunya dikurangi saja, diganti bumbu alami, seperti bawang goreng, garam, dan sebagainya," lanjutnya lagi.
Di samping itu, Prof Zullies juga membahas terkait kandungan etilen oksida (EtO) pemicu kanker di dalam mi instan. Menurutnya, kandungan etilen oksida pada produk mi instan sebenarnya hanya bersifat sisaan (residu), bukan ditambahkan secara langsung misalnya untuk mengubah rasa atau mengawetkan.
"(Etilen oksida) bukan sesuatu yang bisa ditambahkan. Jadi itu sifatnya semacam residu saja, sisa begitu. Karena dalam proses misalnya dalam proses produksinya atau dari penyimpanan untuk mencegah bakteri dan sebagainya, maka dikasih disterilisasi maka itu tersisa. Makanya istilahnya residu, bukan sebagai bahan yang ditambahkan," terangnya.
Oleh karenanya, kandungan etilen oksida pada produk mi instan sebenarnya sangat kecil. Namun benar jika kadarnya melebihi batas, dapat memicu sederet efek pada tubuh, termasuk risiko kanker.
"Sehingga artinya apa? Kalau di atas batas itu, ada kemungkinan potensi bahaya. Tetapi kalau sedikit saja, mungkin masih aman walaupun ada. Karena mungkin in certain level kita nggak bisa benar-benar menghilangkan sama sekali residunya," pungkasnya.(dth)