Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Perjalanan hidup manusia memiliki cara dan ceritanya masing-masing, baik dalam membangun maupun memperjuangkan hidup untuk mendapatkan titik pencapaian.
Seperti perjuangan hidup anak muda asal Kota Medan yang pernah bekerja menjadi buruh bangunan dengan gaji harian dan kini menjadi seorang jurnalis muda dan pemandu acara alias MC.
Di usianya yang menginjak 29 tahun, Eko Rore, begitu nama panggung pria bernama lengkap Eko Kurniawan ini, memulai karir di dunia jurnalistik dan MC sejak tahun 2012.
Berawal dari mimpinya yang mengidolakan sosok pembawa acara tanah air Adi Nugroho dan Choky Sitohang, Eko pun berkeinginan mengikuti jejak dua artis tersebut. Selain itu, tertariknya ia terhadap dunia broadcasting akhirnya mengantarkannya mengemban pendidikan Ilmu Komunikasi di tahun 2012 setelah tamat SMA.
"Jadi dulu, waktu jaman Sekolah Dasar suka tampil depan umum, waktu itu ingat moment acara Academy Fantasi Indosiar atau AFI. Suka peragain didepan kawan-kawan sekolah, jadi pembawa acara, ya gak pernah mikir sekarang memiliki profesi pembawa acara, karena dulu memang suka tampil aja, akhirnya masuk SMP kalau ada acara pentas seni, aktif beranikan diri untuk jadi pembawa acara atau MC, sampai ke SMA. Pada saat SMA juga sering tampil acara - acara sekolah," cerita Eko, Rabu (10/5/2023).
Tahun 2012, tamat dari SMA ingin melanjutkan ke perguruan tinggi dan akhirnya mencari universitas yang memiliki jurusan broadcasting atau publik speaking, karena ingin terus belajar dan mengembangkan bakat di dunia pemandu acara.
Mencoba peruntungan ikut jalur undangan SNMPTN, ambil jurusan Ilmu Komunikasi di UIN Jakarta dan UIN Bandung, tak lulus, setelah itu tidak mau lagi coba Universitas Negeri. Ia langsung mencari informasi, akhirnya ketemu sama Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Pembangunan Medan (STIKP), kebetulan ada jurusan Journalistik dan Public Relation dan sangat tepat di kampus ini sekolah khusus komunikasi, tanpa berfikir panjang langsung daftar dan akhirnya menjalani kuliah di sana.
Eko berkisah, perjalanan kuliah tak seindah yang dibayangkan, karena pada saat itu kedua orang tua memberikan piliihan mau kerja atau kuliah. Jika mau kuliah silakan cari biaya sendiri karena kondisi ekonomi pada kala itu yang tidak mencukupi.
"Ya, optimis dan bismillah, memutuskan untuk kuliah dengan biaya sendiri, namun sambil bekerja agar dapat uang masuk untuk bayar kuliah. Akhirnya ikut lah kerja sama om saya, jadi buruh bangunan posisinya sebagai kernek tukang pasang keramik, selama kuliah di awal kerja sampingan dengan gaji Rp 45 ribu per hari. Kalau diingat-ingat sangat lelah pekerjaan pada saat itu, kita harus bisa angkat batubata, semen, pasir, tapi saya yakin dan percaya kerja keras seseorang akan ada hikmahnya," ungkap Eko.
Di tahun 2013 awal, mencoba perutungan cari kerja, pada saat itu melamar di salah satu perusahaan otomotif sepeda motor sebagai sales dan dituntut untuk jualan produk sepeda motor sebanyak-banyaknya. Tak sampai setahun, memilih untuk resign atau berhenti bekerja jadi sales karena penghasilan setiap bulan tidak memenuhi kebutuhan untuk kuliah, dan memilih kembali menjadi seorang buruh bangunan.
"Balik lagi jadi buruh bangunan, dan alhamdulilah penghasilannya mencukupi untuk uang kuliah, karena terkadang kalau kita rajin sering dikasih gaji tambahan, sampai 2014. Dan pada tahun yang sama, dihadapkan dengan sebuah masalah besar, orang tua harus berpisah, kuliah berantakan karena pernah terlilit hutang dan di jauhi sama teman-teman di masa kuliah, hancur sehancur-hancurnya, bahkan sampai tidak bekerja lagi tapi status kuliah masih aktif," cerita Eko sambil menitihkan air mata.
Bahkan, perna di posisi ingin bunuh diri karena merasa tidak menjadi anak yang baik dan menjadi manusia yang tidak berguna, putus asa dan merasa tidak punya masa depan.
"Tapi di tahun 2014 setelah lebaran hati saya terketuk dan mendapatkan semangat dari beberapa orang untuk saya melanjutkan hidup, memberanikan kuliah lagi walau kondisinya harus di jauhi temen-temen, dan menjalani hidup dengan keluarga yang masih hancur. Dan di akhir tahun bergabunglah dengan salah satu perusahaan media yang di mana 2012 juga sudah mencoba menjadi jurnalis di media online, dan ketika bergabung di media tersebut sampai sekarang, saya benar-benar serius untuk mengubah hidup saya dan bertekad menyelesaikan kuliah," ujarnya.
Tahun 2015, semangat untuk bangkit dari keterpurukan terus menggebu, disibukkan dengan dunia jurnalis dan job MC yang mulai berdatangan, sambil menjalani kuliah yang tinggal beberapa semester lagi.
Tahun 2017, tamat kuliah dan wisuda, walau sudah merasa pada titik tenang dari masalah, tapi masih ada rasa gundah karena kehidupan keluarga yang tidak baik-baik saja, memaksa orang tua datang ke acara wisuda untuk mendampingi pada saat itu.
"Dan mereka mau. Itu kado terindah, dari situ hubungan keduanya mulai pelan-pelan mencair dan saling sapa. Seiring berjalanan tahun, kerjaan juga lancar, pelan-pelan kembangkan bisnis wedding organizer, menjalankan profesi MC di tengah-tengah menjadi seorang jurnalis dan semua pekerjaan terhandle dengan baik," ucapnya.
Eko juga bercerita, selama menjalankan profesi menjadi jurnalis dan MC serta memiliki bisnis wedding, tentu tantangan juga semakin besar, harus mengatur waktu dengan baik dan berusaha untuk terus belajar mengasa ilmu agar dapat menjadikan diri menjadi lebih baik.
"Jurnalis adalah pekerjaan yang tak kenal waktu, kapan kita ditugaskan kita harus siap. Sebagai pelopor informasi jurnalis bagi saya adalah pekerjaan yang mulia, dan di samping itu, menjalankan profesi pemandu acara juga harus memilik ilmu yang banyak berkomunikasi di depan umum, menjaga penampilan, menguasai ilmu, tidak malu untuk belajar, hingga tekun menjalankan bisnis tanpa menyingkirkan bisnis orang lain," cerita eko.
Semua cerita hidupnya, mengantarkan kehidupan Eko Rore pada titik pencapaian yang ia inginkan bekerja di dunia entertaiment dan memiliki ilmu di bidang komunikasi serta mengumpulkan pundi - pundi penghasilan untuk merubah hidup adalah keinginan besarnya.
"Saya selalu bersyukur dengan apa yang Allah kasih sama saya, baik itu cobaan hidup, rezeki atau apapun itu, hingga pada waktunya saya bisa membantu biaya pernikahan dua adik saya, membelikan sesuatu yang orang tua saya inginkan, dan doa yang sangat saya harapkan dan alhamdullilah terkabul adalah kedua orang tua saya saat ini bisa bersatu lagi, itu adalah anugrah terindah buat saya," ungkapnya.
Mengakhiri kisah hidupnya, Eko Rore, pemuda kelahiran tahun 1993 ini berpesan kepada diri sendiri dan kepada anak- anak muda untuk jangan menyerah karena itu bukan pilihan.
"Kita hidup harus punya mimpi,cita-cita, punya tekad, itu semua bukan untuk orang lain tapi untuk kita sendiri menjadi manusia yang lebih baik. Perbaiki diri kita dulu, karena sesungguhnya musuh diri kita ya kita sendiri. Makanya harus punya semangat tinggi dan jangan malu untuk bertanya dan belajar dan terus belajar," katanya.