Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
SENSUS pertanian 2023 (ST 2023) resmi digelar pada 01 Juni 2023 lalu dan akan berakhir pada 31 Juli 2023. Ada sesuatu yang unik—untuk tidak mengatakan kontroversial—tentang industri pertanian di negeri ini. Di satu sisi, pertanian ibarat anak emas. Tapi di sisi lain, ia bisa menjadi seperti anak tiri.
Sila cermati data pada tahun 1998 saat Indonesia dilanda krisis. Pertumbuhan ekonomi minus 13,68 persen. Angka masyarakat miskin melonjak tajam. Perbankan mengalami krisis akut. Nilai tukar rupiah anjlok terhadap dolar Amerika. Namun sektor pertanian tetap bertahan. Malah, harga pangan di pasar dunia ketika itu melambung tinggi.
Situasi yang mirip juga terjadi selama pandemi Covid-19 tahun 2020. Ekonomi Indonesia terkontraksi hingga 2,07 persen. Sektor-sektor strategis lainnya seperti pariwisata, manufaktur, industri dan jasa, maskapai penerbangan, UMKN (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) mengalami nasib serupa.
BACA JUGA: Harapan Sensus Pertanian 2023
Namun, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor pertanian justru mengalami pertumbuhan positif. Pada kuartal pertama tumbuh 2,2 persen, kuartal kedua 2,16 persen, kuartal ketiga 2,59 persen dan di awal kuartal empat mencapai 2,95 persen.
Tak hanya itu. Di saat pemutusan hubungan kerja (PHK) masif terjadi, tingkat penyerapan tenaga kerja di bidang pertanian justru mengalami kenaikan hingga 5 juta.
Konon, para pekerja yang terkena PHK akibat pandemi ramai-ramai pulang kampung dan banting setir menjadi petani. Ini sekaligus mengafirmasi hirarki kebutuhan manusia berdasarkan piramida Maslow. Pada saat genting, kebutuhan manusia akan bergeser ke dasar piramida yaitu: makanan, pakaian dan tempat tinggal.
BACA JUGA: Peran Penting Kelompok Tani Ujung Tombak Ketahanan Pangan
Akan tetapi, saat pandemi berakhir dan situasi mulai normal, kenaikan jumlah tenaga kerja tadi berangsur-angsur turun. Orang-orang yang sempat beralih menjadi petani disinyalir kembali ke kota-kota besar seperti Jakarta untuk mencari pekerjaan lain atau berusaha melakoni pekerjaan lama mereka lagi.
Kompleksitas Persoalan Pertanian
Fenomena ini menjadi gambaran sinisme kita terhadap pertanian. Profesi sebagai petani kerap dipandang sebelah mata: tidak menjanjikan dan dekat dengan kemiskinan.
BACA JUGA: Tidak Salah Belajar dari Murid
Jika kita berkunjung ke sekolah-sekolah dan bertanya kepada para murid apakah mereka mau menjadi petani, saya yakin tidak akan ada yang mengangkat tangan.
Bagi mereka cita-cita itu adalah dokter, polisi, pilot dan semacamnya. Yang lebih ironis, anak petani kebanyakan tak berminat menjadi petani, dan para petani pun enggan kalau anak-anaknya harus meneruskan kiprah mereka.
Amatilah riset Lukas Bonar Nainggolan, peneliti di Lembaga Demografi UI. Dalam penelitiannya pada tahun 2022 ditemukan bahwa keinginan mahasiswa IPB (Institut Pertanian Bogor) untuk menjadi petani begitu rendah.
BACA JUGA: Kita Bukan Malas Membaca
Sebetulnya ini bukan soal gengsi. Ada begitu banyak masalah dalam tata kelola pertanian kita. Penghasilan petani yang rendah, masifnya alih fungsi lahan pertanian, monopoli lahan pertanian oleh sekelompok orang—untuk sebatas memberi contoh—menyebabkan para petani terjebak di bawah garis kemiskinan.
Tak heran petani-petani di Indonesia didominasi oleh orang-orang tua. Data BPS menunjukkan 75 persen petani di Indonesia berumur lebih dari 45 tahun. Jika tidak ada regenerasi, bangsa ini akan kehilangan petani di masa depan. Ketahanan pangan Indonesia dalam ancaman bahaya yang sangat besar!
Persoalan lain menyangkut pola pikir. Orang Indonesia kebanyakan tidak menganggap dirinya telah makan bila belum makan nasi. Ini juga yang barangkali menjadi salah satu pemicu mengapa kita masih terus mengimpor beras.
BACA JUGA: Menyoal Kamtibmas Kota Medan
Bayangkan untuk tahun 2023 saja kita harus mengimpor dua juta ton beras. Padahal negeri ini kaya akan umbi-umbian sebagai pangan alternatif.
Ubi kayu, ubi jalar, singkong, talas, gembili, sukun dan kentang tumbuh subur di banyak wilayah negeri ini. Biaya pengelolaannya pun cenderung lebih murah ketimbang mengelola padi.
Selain itu, kandungan karbohidratnya boleh dikatakan lebih menyehatkan ketimbang nasi. Lihat saja orang-orang yang sedang diet. Dokter menyarankan untuk mengganti nasi dengan umbi-umbian dan jagung agar berat badan turun dan kadar gula darah terjaga.
BACA JUGA: Gotong-royong di Tengah Pandemi
Berharap pada ST 2023
Sektor pertanian—seperti yang dikatakan Presiden Jokowi—menyangkut hajat hidup orang banyak, sehingga pengelolaannya memerlukan akurasi kebijakan. Kebijakan yang akurat dapat diambil hanya berdasarkan data yang juga akurat.
Soal data ini, kita tidak boleh menganggap remeh. Para ilmuan di negara-negara maju mengatakan begini: “Data in the 21st century is like Oil in the 18th century: an immensely, untapped valuable asset.” (Data di abad ke-21 seperti minyak di abad ke-18: suatu aset besar, sangat berharga namun belum dimanfaatkan).
BACA JUGA: Menyoal Bisnis Buku Bajakan
Karena itulah ST 2023 disambut dengan penuh antusias. Memang sensus seperti ini sudah pernah dilakukan sebelumnya pada tahun 1963, 1973, 1983, 1993, 2003 dan 2013 sesuai amanah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik. Namun, kemutakhiran data yang akan diperoleh lewat ST 2023 membawa harapan-harapan baru bagi industri pertanian kita.
Pertama, meski cakupan subsektor yang akan disensus tetap sama seperti sensus 2013 yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan dan jasa pertanian, pengumpulan data dilakukan berbasis teknologi yang lebih canggih sesuai rekomendasi FAO seperti penggunaan Paper Assisted Personal Interviewing (PAPI), Computer Assisted Personal Interviewing (CAPI), dan Computer Assisted Web Interviewing (CAWI).
Kedua, ST 2023 menyasar pada tiga jenis usaha pertanian yaitu Usaha Pertanian Perorangan (UTP), Usaha Pertanian Lainnya (UTL) dan Usaha Perusahaan Pertanian Berbadan Hukum (UPB). Artinya, seluruh representasi pelaku sektor pertanian akan terjaring tanpa terkecuali.
Selain itu, metode by name by address yang meliputi volume dan lokasi usaha akan menghasilkan data yang sangat berguna untuk merumuskan perhitungan distribusi maupun subsidi sarana produksi pertanian yang meliputi pupuk, bibit dan obat-obatan. Dengan demikian masalah-masalah klasik seperti kelangkaan pupuk atau distribusi pupuk yang salah sasaran dapat teratasi.
Ketiga, ST 2023 berpotensi memberikan sumbangsih data yang berkaitan dengan dinamika pertanian beberapa tahun belakangan seperti petani milenial, urban farming, agritech startups, rekayasa genetika hasil pertanian dan modernisasi teknologi pertanian.
BACA JUGA: Melawan Pernikahan Anak Usia Dini
Keempat, data ST 2023 akan memberi kesempatan kepada para pelaku usaha pertanian untuk melakukan proyeksi terhadap potensi bisnis pertanian di masa mendatang dan mendeteksi secara dini risiko yang akan muncul.
Perhatian khusus wajib diberikan kepada para petani muda atau petani milenial. Meski jumlahnya masih jauh dibandingkan para petani tua, asa regenerasi petani sesungguhnya ada di tangan mereka.
Apalagi petani milenial sangat akrab dengan teknologi. Artinya, lewat platform digital, pemasaran produk-produk pertanian akan kian terbantu sehingga akan berdampak pada peningkatan penghasilan.
Nasib pertanian negeri ini akan sangat ditentukan dalam dua bulan ke depan. Agar anggaran senilai tiga trilyun tidak sia-sia, pelaksanaan ST 2023 harus mendapat dukungan penuh.
Sebanyak 196 ribu petugas sensus akan dikerahkan ke seluruh wilayah pertanian di tanah air. Mereka tidak cuma mencacah data, tapi juga turut serta dalam upaya menyelamatkan pertanian Indonesia. Mari dukung kinerja mereka dengan sikap koperatif dan kemauan memberikan data yang benar dan sejujur-jujurnya.
====
Penulis guru SMP/SMA Sutomo 2 Medan dan anak petani ubi
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG/posisi lanskap), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]