Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
SAAT ini perhatian dunia tengah tertuju pada perubahan cuaca panas ekstrem yang membuat iklim menjadi lebih panas. Diduga bahwa cuaca panas ekstrem ini disebabkan oleh fenomena El Nino. Bahkan diperkirakan beberapa bulan ke depan bisa terjadi kemarau berkepanjangan yang berdampak pada kekeringan dan pemanasan global.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahkan meminta negara-negara mewaspadai ancaman El Nino yang bakal melanda. Senada dengan itu, Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization/WMO) memperkirakan sekitar 60 persen kemungkinan terjadinya El Nino pada akhir Juli 2023, sementara 80 persen kemungkinan fenomena tersebut terjadi pada akhir September 2023.
Lantas, apa sesungguhnya El Nino itu, dan apa dampaknya bagi Indonesia?
Dilansir dalam laman resmi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), El Nino adalah suatu fenomena pemanasan suhu muka laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah.
BACA JUGA: Target Pertumbuhan 2024 di Tengah Ketidakpastian Ekonomi Global
Pemanasan SML tersebut dapat meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia.
Singkatnya, El Nino memicu terjadinya kondisi kekeringan untuk wilayah Indonesia secara umum. El Nino dapat berdampak terhadap cuaca di Indonesia, di mana fenomena tersebut dapat mengurangi curah hujan yang terjadi.
Selain itu, kondisi tersebut juga bisa memicu kondisi kekeringan di wilayah Indonesia yang tentu akan mengkhawatirkan.
Tahun ini, El Nino diprediksi berkunjung ke Indonesia hingga memunculkan musim kemarau kering. Prediksi BMKG menyatakan bahwa fenomena El Nino berpeluang terjadi pada semester II 2023.
Pada Maret 2023, dinamika atmosfer laut diprediksi akan segera beralih ke fase netral dan bertahan hingga semester I 2023. Sedangkan pada semester II 2023, terdapat peluang sebesar 50 - 60 persen bahwa kondisi netral akan beralih menuju fase El Nino.
BACA JUGA: Menyoal Sensus Pertanian 2023
Kondisi El Nino umumnya memberikan dampak berkurangnya curah hujan di wilayah Indonesia dan berpotensi menimbulkan peningkatan risiko bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan, serta kekurangan air bersih, terutama di wilayah yang mengalami sifat musim kemarau bawah normal atau lebih kering dari biasanya.
Hal ini berpotensi pada turunnya produksi pertanian hingga kontribusinya terhadap inflasi. El Nino yang berpotensi menyebabkan kekeringan di Indonesia tentu menjadi momok bagi produksi pangan terutama beras dalam negeri.
Agar tak dibuat pusing, Indonesia perlu menunjukkan kedalamannya dalam mengenali karakter komoditas-komoditas pangan yang dekat dengan masyarakat. Untuk itu, ada beberapa catatan yang pantas kita beri perhatian.
Pertama, pada lapangan usaha pertanian tanaman padi misalnya, El Nino dapat menjadi ancaman atau tantangan besar karena berpotensi menyebabkan penurunan curah hujan di beberapa wilayah; kekeringan yang berkepanjangan; mengurangi ketersediaan air, sehingga dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan mengurangi hasil panen; mengganggu musim tanam dan mengubah pola cuaca yang biasanya
terjadi.
Perubahan ini berakibat pada penundaan penanaman, penurunan luas tanam, atau bahkan gagal panen. Selain itu, El Nino dapat memengaruhi persebaran penyakit dan hama tanaman; penurunan kualitas tanaman hingga ketidakstabilan pasar (ketidakseimbangan pasokan dan permintaan).
Hal ini dapat memengaruhi petani, pedagang, dan konsumen secara keseluruhan. Kedua, akibat El Nino juga berpotensi pada penurunan produksi padi. Bahkan Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa membeberkan dampak fenomena El Nino bagi Indonesia.
BACA JUGA: Harapan Sensus Pertanian 2023
Suharso menyebut El Nino bisa menurunkan produksi padi hingga 1 - 5 juta ton tergantung intensitas El Nino. Senada dengan itu, Ketua Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia Dwi Andreas Santosa mengatakan El Nino diperkirakan akan memangkas produksi padi pada 2023 setidaknya 5 persen dari tahun sebelumnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), laju penurunan itu setara dengan 2,7 juta ton gabah kering giling (GKG). Dengan demikian, produksi padi bisa turun ke 52 juta ton GKG pada 2023.
Sementara itu, menurut data Kementerian Pertanian (Kementan) yang diolah dari BPS berdasarkan hasil penghitungan amatan Kerangka Sampel Area (KSA) tanaman padi bulan Maret 2023 menunjukkan potensi produksi beras nasional pada periode Januari – Juni 2023 mencapai 18,02 juta ton. Jumlah ini turun 3,12 persen dibanding realisasi periode sama tahun 2022 lalu sebesar 18,60 juta ton.
Penurunan itu seiring berkurangnya potensi luas panen padi hingga 1,94 persen menjadi 6 juta hektar pada periode Januari – Juni 2023 dibanding realisasi periode sama tahun 2022 seluas 6,12 juta hektar.
Kendati demikian, pada periode Semester I – 2023 tersebut masih ada potensi surplus beras sebesar 2,78 juta ton, karena konsumsi beras pada periode itu hanya sebesar 15,24 juta ton.
Potensi penurunan produksi padi itu sendiri diperkirakan akan bermuara ke tekanan inflasi yang lebih tinggi karena mendorong harga pangan ke atas.
Tren ini terefleksikan dalam inflasi pada 2019 lalu. Pada 2019, BPS melaporkan laju inflasi tahunan untuk komoditas bahan makanan mencapai 4,28 persen setelah kekeringan yang terjadi di tengah El Nino.
Tingkat inflasi itu lebih tinggi dari yang terlihat pada tahun sebelumnya, yaitu 3,41 persen. Kali ini, harga pangan termasuk beras telah meningkat sejak awal tahun.
Pada Mei 2023, indeks harga konsumen (IHK) untuk makanan, minuman, dan tembakau telah naik 4,27 persen dari tahun sebelumnya.
Berdasarkan laporan BPS, beras menjadi salah satu komoditas yang berkontribusi dominan ke inflasi tahunan secara keseluruhan pada Mei 2023.
Karena itu, pengamatan dan pemahaman yang baik tentang El Nino sangat penting, seperti pemantauan perkembangan cuaca dan memperhatikan peringatan dini terkait El Nino; konservasi air; diversifikasi tanaman; pengelolaan penyakit dan hama tanaman; penggunaan teknologi dan pemanfaatan informasi; serta dukungan pemerintah dan lembaga terkait.
Ketiga, upaya memanfaatkan peluang dan mengelola ancaman fenomena El Nino terbuka lebar, dan sudah harus dimulai dari sekarang. Pemerintah melalui Kementerian Pertanian RI perlu mencanangkan upaya khusus pemanfaatan peluang fenomena El Nino melalui peningkatan produksi padi dengan elemen kegiatan utama, antara lain: (1) segera mengoptimalkan dan memberdayakan Komando Strategis Pembangunan Pertanian Tingkat Kecamatan (Kostratani) sebagai garda terdepan manajemen operasional terpadu.
BACA JUGA: Peran Penting Kelompok Tani Ujung Tombak Ketahanan Pangan
Ini adalah momentum yang tepat untuk menunjukkan bahwa Kostratani adalah terobosan pendekatan manajemen pembangunan pertanian
yang efektif dan terukur; (2) menyediakan varietas benih unggul padi yang dapat bertahan di lahan kering, seperti Inpari dan Inpago, sebagai upaya memperkuat pasokan untuk kebutuhan beras pada akhir 2023 hingga awal 2024.
Momentum ini hendaknya digunakan untuk membangun sistem perbenihan terstruktur, berbasis pada kawasan mandiri benih dan terkoneksi dengan lembaga penelitian sebagai sumber inovasi; (3) mendorong percepatan tanam; (4) menjamin ketersediaan pupuk subsidi; (5) mengaktifkan brigade alat dan mesin pertanian yang sudah terbangun beberapa tahun ini; dan (6) membangun sistem peringatan dan mitigasi bencana akibat El Nino.
Termasuk dalam hal ini adalah pembenahan sistem irigasi, tanggap serangan hama dan penyakit, serta penyediaan fasilitasi asuransi gagal
panen.
Dalam jangka pendek, perlu ada perbaikan manajemen informasi kebutuhan dan ketersediaan bahan pangan untuk industri dan rumah tangga yang berkelanjutan.
Keberadaan data kebutuhan dan ketersediaan bahan pangan tersebut akan menjadi tolok ukur pengambilan keputusan dan kebijakan. Dengan data yang lengkap dan akurat, pemerintah akan mampu mengambil langkah yang tepat sasaran untuk mengatasi sejumlah persoalan.
Optimalisasi fungsi dan peran Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) juga harus dilakukan. Tak kalah pentingnya pula, pemerintah diminta
untuk lebih meningkatkan manajemen ekspektasi masyarakat dan komunikasi publik terhadap risiko ancaman dan dampak El Nino.
====
Penulis Statistisi Ahli Madya pada Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG/posisi lanskap), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]