Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Dairi. Konsorsium Perempuan Sumatera Mampu (PERMAMPU) memperingati dan merayakan Hari Anak Nasional yang dilaksanakan secara hybrid dan berpusat di Medan, Senin, 31 Juli 2023.
Kegiatan tersebut melibatkan anggota konsorsium yang tersebar di 8 provinsi, yakni dari Aceh hingga Lampung.
Kegiatan mengusung tema “Ngobrol Kritis Anak Muda Sumatera, Perkawinan di Bawah 19 Tahun dari Sudut Pandang Anak Muda".
Sebanyak 129 peserta yamg sebagian kaum perempuan muda berusia antara 15-25 tahun dan selebihnya adalah laki-laki muda pendukung FPM, serta perwakilan Forum Komunitas Perempuan Akar Rumput (FKPAR) Sumatera dan personil 8 lembaga anggota PERMAMPU mengikuti kegiatan secara hybrid.
Dalam perayaan itu mendengarkan pandangan 8 pembicara yang terdiri dari 7 perempuan dan 1 laki-laki dari perwakilan FPM dampingan Flower Aceh-Aceh, PESADA-Sumatera Utara.
Serta LP2M-Sumatera Barat, APM Jambi-Jambi, PPSW Riau-Pekanbaru, CP WCC Bengkulu-Bengkulu, WCC Palembang-Palembang dan DAMAR-Lampung.
Menurut para pembicara, banyak dampak perkawinan di bawah 19 tahun yang dialami oleh temannya maupun yang terjadi di lingkungan mereka bertempat tinggal.
Mana mungkin anak mengurus anak, perkawinan anak berdampak pada masa depan, yaitu Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan perceraian.
"Umur 18 bahkan 19 tahun belum cukup dewasa untuk memperoleh pekerjaan, atau pendapatan. Umur 25 tahun adalah usia matang untuk rahim perempuan dibuahi," kata Sasta Maria Lumbantobing (19) yang merupakan pembicara perwakilan FPM dampingan PESADA.
Selanjutnya, Wilda (19) perwakilan Perwakilan Forum Perempuan Muda (FPM), dampingan LP2M Sumbar. Dia memiliki teman usia di bawah 19 tahun yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan dan menikah.
"Teman saya itu kemudian mengalami KDRT dan terjadi keributan, karena usia 19 tahun laki-laki dan perempuan masih emosional," ungkap Wilda.
Senada dengan itu, Cici Piola (18) yang berasal dari FPM Riau berpendapat bahwa usia matang untuk menikah adalah usia 20-25 tahun.
Pendapat ini juga menjadi pandangan umum dari para peserta perayaan.
Menurut mereka, di usia itu pola pikir, pendidikan dan kondisi keuangan sudah cukup mampu untuk menghadapi masalah di rumah tangga.
Perkawinan di bawah 19 tahun dapat memberi dampak yang bahkan bisa menyebabkan kematian di usia muda.
Suara perempuan muda dan para laki-laki muda pendukung semakin menguatkan Konsorsium PERMAMPU dengan dukungan program INKLUSI untuk fokus memperkuat program pencegahan dan penanganan perempuan korban perkawinan Usia <19 tahun.
Koordinator Konsorsium PERMAMPU, Dina Lumbantobing menyampaikan, melalui Revitalisasi One Stop Service & Learning (OSS&L) di Puskesmas, agar menggiatkan Gerakan Pembaharu Keluarga (GAHARU) dan melanjutkan perjuangan forum perempuan akar rumput dalam gerakan perempuan yang Intergenerasional dan Inklusif.
Program PERMAMPU ini juga didasari data KPPPA, dimana angka perkawinan anak di Indonesia mencapai 11,21% di tahun 2017 dan meski pernah turun ke angka 10,82% tahun 2019; tetapi di masa Covid-19 angka perkawinan anak justru meningkat tajam.
"Hal itu ditemukan oleh Komnas Perempuan di tahun 2019, dimana terdapat 23.126 kasus pernikahan anak, dan di tahun 2020 jumlahnya naik tajam menjadi 64.211," terang Dina, Rabu (2/8/2023).
Sementara target RPJM Indonesia tahun 2020-2024, seharusnya angka perkawinan anak harus turun menjadi 8,74%.
Undang-undang (UU) nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas UU nomor 1 tahun 1974 yang menyatakan usia 19 tahun sebagai usia perkawinan minimum, harus terus disosialisasikan dan diinternalisasikan di seluruh institusi, khususnya keluarga dan lembaga agama.
"Untuk itu, PERMAMPU menghimbau agar menghindari segala bentuk dispensasi perkawinan d bawah usia 19 tahun dengan terus mengadakan pendidikan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) di semua institusi khususnya di keluarga, lembaga pendidikan, dan lembaga kesehatan," tutupnya.