Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Batangtoru. Melakoni usaha kreasi dengan cara yang biasa-biasa saja, menyebabkan daya tumbuh usaha juga berjalan biasa-biasa saja.
Lama kelamaan bukan tidak mungkin usaha mengalami kemunduran atau bahkan gulung tikar. Padahal sejatinya peluang bertumbuh maju sejatinya di depan mata.
Hal itu pula yang mendasari PT Agincourt Resources, pengelola Tambang Emas Martabe, hadir dan merangkul sekelompok penjahit perempuan di Desa Batu Horing, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, beranjak naik level.
Kelompok perempuan penjahit tersebut diarahkan menapaki usaha kreatif yang sesungguhnya. Mereka baru saja dirangkul, yakni sejak pertengahan tahun ini.
Kepada kelompok penjahit perempuan yang diberi nama "Onekhe/Malo", sebuah penamaan mewakili identitas Batak Toba dan Nias yang artinya mahir dan pintar itu, betul-betul diarahkan.
Tahap awal, PTAR memberikan bantuan berupa 4 unit mesin jahit elektrik. Tujuannya agar proses kerja lebih cepat dan juga agar produksi meningkat. Bahan baku produksi juga diberikan.
Tak cukup sampai disitu, PTAR juga memfasilitasi kelompok penjahit Onekhe/Malo mengembangkan kreativitas menjahit dengan mendatangkan pelatih kompeten.
Sehingga dari awalnya yang umumnya hanya menghasilkan kreasi jahitan kebaya, kini jenis produksi menjadi lebih bervariasi, kreatif dan juga inovatif.
"Sekarang tidak lagi hanya fokus kebaya-kebaya gitu aja, tapi sudah ke jenis produksi lainnya, seperti tas berbagai ukuran dan mode, dompet, tandok, dan banyak lagi di sini yang semuanya bermotifkan ulos," kata Ledis Br Hutabarat kepada wartawan yang datang menemui mereka, Selasa (12/09/2023).
Begitu juga menurut Resmi Br Hutabarat, produksi dengan berbagai model membuat mereka semakin bersemangat dan optimis. "Memang setelah digandeng PTAR, kami makin terus berbenah," katanya.
Devi Telaumbanua juga menyampaikan pengalaman menariknya sejak mulai dirangkul PTAR. "Awalnya belum terpikirlah bisa buat model tas seperti ini, dan memang juga karena keterbatasan alat dan bahan," ujarnya.
Meski produk kreasi jahitan mereka belum ramai dijangkau pasar, namun beberapa pesanan sudah mulai mengalir dari tetangga dan sahabat.
"Seperti tas sandang ini, kan ke gereja juga bisa, ke pesta atau ke acara santai juga bisa dipakai. Kita pun memakainya sekedar untuk promosi," kata Devi.
Untuk memudahkan jangkauan pasar, PTAR kemudian membimbing mereka secara perlahan memasarkan hasil kreasi berbasis digital. "Seperti media sosial, akun instagram Onekhe/Malo, sudah dibuat," tambah Ledis.
Bahkan sambil mengurusi dokumen kelengkapan legal formal badan usaha mikro kecil bersama PTAR, kelompok penjahit tersebut sudah berencana masuk ke sistem e-katalog pemerintah.
"Mudah-mudahan karena ini masih awal ya, kami terus bisa mengembangkan kreasi. Kami terima kasih banyak ke Agincourt yang udah menyemangati dan membantu kami lebih serius lagi," sebut Ledis.
Supervisor-Business Development & Analyst, Community Development PTAR, Nurlailah, mengatakan awalnya produk penjahit itu terbatas pada jenis kebaya saja.
"Padahal mereka punya skill yang bagus ya. Jadi awalnya mereka ada 15 orang, dan kita mulai coba kembangkanlah skill mereka, sehingga tidak terbatas pada satu produksi aja," ujar Nurlailah.
Setelah ada pengembangan kapasitas dan juga bantuan PTAR, kelompok penjahit tersebut mulai memproduksi bervariasi, seperti asesoris tas, dompet dan ainnya untuk pelengkap pakaian.
"Tinggal mereka yang kita dorong konsisten ya sehingga bisa lebih kompetitif lagi karena memang pasar mereka cukup besar," ujar Nurlailah.