Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Standar Operasional Prosedur (SOP) Kekerasan Seksual perlu diatur dan masuk dalam lembaga pendidikan, perusahaan, maupun intstansi lainnya.
Hal itu dilakukan agar para pelajar, mahasiswa, maupun pekerja di perusahaan ataupun pegawai pemerintahan memiliki pedoman dan payung hukum serta mengetahui bentuk kekerasan seksual dan pelanggaran hukum yang dialami.
Hal itu disampaikan Inisiator Gerakan Gadget Sehat Indonesia (GGSI) Prof Dr dr Ridha Dharmajaya Sp BS (K) Sp BS (K) menjawab awak media, Selasa (26/09/2023).
Sebagai Guru Besar Fakuktas Kedokteran USU, Prof Ridha menyampaikan dukungan SOP-KS itu menindaklanjuti kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) yang terus mengalami peningkatan tiap tahunnya.
Di mana, menurut Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2022, kasus KBGO di Indonesia sebanyak 1.721 kasus, atau mengalami peningkatan sebanyak 83% dari tahun sebelumnya.
"Bagus sekali. SOP Kekerasan Seksual penting disampaikan. Seperti di sekolah ada guru pembimbing (Guru BP) bisa memberikan sosialisasi kepada siswa didiknya apa yang boleh dilakukan atau tidak. Sehingga jokes yang berlangsung di grup aplikasi seperti Whatsapp terkadang masuk dalam ranah KBGO akhirnya bisa dihindari," ujar Prof Ridha.
Begitu juga pekerja lanjut Prof Ridha bisa melaporkan kekerasan seksual yang dialaminya sesuai SOP-KS yang berlaku.
"Begitu juga pekerja, terutama perempuan akan mendapatkan perlindungan hukum jika terjadi kekerasan seksual dilakukan oleh atasan atau rekan kerjanya. Sehingga hak-haknya bisa terlindungi," ungkap Prof Ridha.
Dirinya juga mengajak semua pihak untuk peduli dan ikut mengedukasi masyarakat untuk lebih mengenal apa itu Kekerasan Berbasis Gender Online dan jenis-jenisnya.
Untuk diketahui ada 11 Jenis Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) yang kasusnya terus mengalami peningkatan yakni:
1. Cyber grooming
Tindakan seseorang yang berusaha memanipulasi orang lain agar merasa tidak berdaya dengan cara membangun kepercayaan.
2. Cyber hacking (peretasan)
Tindakan mengambil alih akun orang lain.
3. Cyber harassment (ancaman pemerkosaan)
Tindakan mengejar secara terus menerus dengan maksud untuk menakut-nakuti atau mengancam orang lain.
4. Cyber flashing
Tindakan mengirim atau merekam gambar dan video alat kelamin dan tindakan seks secara online tanpa persetujuan.
5. Cyber surveillance/stalking (menguntit)
Tindakan meneror atau mengancam orang lain berkali-kali dalam bentuk teks, gambar, atau video yang tidak diinginkan dan membuat tidak nyaman.
6. Impersonating (meniru Identitas)
Tindakan mengambil data korban dan membuat akun palsu atas nama korban untuk mempermalukan, menghina, atau melakukan penipuan.
7. Morphing (media buatan)
Tindakan mengubah gambar atau video dengan menambahkan wajah orang lain bertujuan untuk merusak reputasi orang lain yang ada dalam gambar atau video tersebut.
8. Online defamation (fitnah dan penghinaan)
Tindakan menyebarkan informasi yang tidak pantas dengan tujuan merusak reputasi seseorang dan sengaja menyesatkan orang lain, terlepas dari kebenaran informasi tersebut.
9. Non consensual intimate image (NCII)
Tindakan menyebar konten intim berupa gambar atau video korban oleh pelaku untuk mengancam dan mengintimidasi korban agar mau menuruti keinginan pelaku.
10. Sexting
Tindakan mengirim atau mengunggah gambar bernuansa seksual.
11. Sextortion (Pemerasan Seksual)
Tindakan menyalahgunakan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan seksual.