Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Pegiat lingkugan hidup dari Jendela Toba, Mangaliat Simarmata mendesak pemerintah agar menetapkan kebijakan moratorium eksploitasi hutan di Kawasan Danau Toba (KDT).
Menurut Mangaliat Simarmata, dalam beberapa tahun terakhir ini telah berulang kali terjadi bencana banjir dan longsor di kawasan Danau Toba, yakni Kabupaten Samosir, Humbahas, Tapanuli Utara, Toba, Simalungun, dan Kabupaten Tanah Karo.
Dampak bencana banjir dan longsor tersebut, papar Mangaliat Simarmata, banyak korban meninggal, luasnya lahan pertanian petani hancur dan bahkan tidak bisa lagi digunakan sebagai area pertanian.
BACA JUGA: Hujan Deras dan Puting Beliung Hancurkan 2 Rumah di Pagaran Taput, 1 Tewas 1 Luka
Kemudiam banyak rumah penduduk hancur, dan berapa banyak bangunan fasilitas publik hancur, dll pada hal mayoritas penduduk KDT adalah Petani. Mala petaka ini jelas adalah diakibatkan sudah hancurnya hutan penyangga di kawasan Danau Toba.
"Saya perkirakan hutan KDT paling ada lagi sekitar 20 persen sehingga dapat diperkirakan banjir dan longsor ini hanya masalah waktu. Banjir dan longsor akan terus terjadi. Dulu sangat dikenal begitu luasnya hutan KDT yang kayu-kayunya sangat baik dan mahal karena tanahnya subur sebagai bekas letusan Gunung Toba," ujar Mangaliat Simarmata dalam keterangan tertulisnya, Rabu (6/12/2023).
Dengan berulang-ulangnya banjir dan longsor tersebut dan sudah dialami masyarakat dan diketahui publik secara meluas karena diberitakan berbagai media, terang Mangaliat, maka akan berdampak timbulnya rasa was-was atau khawati rasa aman para wisatawan yang berkunjung ke KDT sebagai KSPN dan geopark Internasional tersebut.
BACA JUGA: Surat Terbuka Pegiat Lingkungan untuk Presiden Jokowi tentang Kondisi Kawasan Danau Toba
Kata Mangaliat, Presiden Jokowi bersama para menteri sudah beberapa kali ke KDT dalam kunjungan kerjanya. Dipastikan sudha tahu bagaimana kondisi KDT yang tingkat kerusakan hutannya sangat parah.
Bahkan, Presiden sudha pernah menyatakan akan meninjau ulang izin-izin perusahan-perusahan perusak hutan di KDT, karena erat kaitannya dengan Danau Toba sebagai KSPN. Mirisnya, hingga saat ini tidak ada tindakan nyata dari pemerintah mengatasi ketusakan hutan KDT tersebut.
"Beberapa tahun lalu Presiden Jokowi didampingi beberapa menteri, pejabat Pemprovsu dan kabupaten sudah 2 kali secara seremonial melalukan penghijauan di KDT, yaitu di Kabupaten Toba dan Kabupaten Humbahas. Akan tetapi hingga saat ini tindak lanjutnya belum ada," imbuhnya.
Ia menjelaskan, pemerintah dan publik sangat tahu bahwa Inalum adalah proyek strategis nasional di KDT. Beberapa tahun terakhir ini sudah terkedala beroperasi karena debit air Danau Toba tidak cukup lagi menggerakkan turbinnya. BUMN itu pun membuat hujan buatan dengan anggaran besar agar bisa beroperasinya Inalumnya dengan baik.
"Berdasarkan alasan-alasan yang saya uraikan di atas, saya dari Jendela Toba dan sebagai pemerhati lingkungan hidup dan pariwisata KDT sangat berharap kiranya pemerintah segera menetapkan satu kebijakan moratorium eksplotasi hutan di Kawasan Danau Toba guna untuk mencegah terjadinya lagi banjir dan longsor," kata Mangaliat.
Ia menegaskan, moratorium juga guna memberi rasa aman bagi para wisatawan yang berkunjung ke KDT. Juga untuk merespon "kartu kuning" UNESCO akan kelestarian alam Geopark Kaldera Toba.
"Tentu sembari agar benar -benar direalisasi, dilaksanakan janji-janji akan ditinjau ulang izin-izin perusahaan-perusahan perusak hutan KDT-ya dan tindak lanjut menghijaukan, mengkonservasi KDT," tutup Mangaliat.