Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
PESTA demokrasi akan berlangsung pada tahun 2024 ini. Lebih dari 200 juta pemilih di dalam negeri dan 1,75 juta diaspora Indonesia di seluruh dunia akan mendatangi tempat pemungutan suara pada tanggal 14 Februari 2024 untuk memilih presiden dan wakil presiden berikutnya.
Pemilihan legislatif juga akan dilaksanakan secara bersamaan pada tanggal yang sama. Dalam perhelatan politik ini, tentunya seluruh komponen masyarakat diharapkan dapat ikut serta menyalurkan hak suara untuk bisa bersama-sama menentukan pemimpin bangsa yang akan menentukan nasib Indonesia ke depannya. Dalam hal ini generasi muda yang disebut sebagai generasi emas, keikutsertaannya sangat diharapkan.
Data menurut BBC News Indonesia (2023) menjelaskan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara demokrasi terbesar yang menduduki urutan ketiga di dunia yang akan menggelar pemilihan umum yang diklaim terbesar di dunia pada tahun 2024 ini.
Jumlah total pemilih diperkirakan mencapai 74% dari total populasi Indonesia, yang sebagian di antaranya adalah pemilih pemula. Berdasarkan data tersebut pemilih tahun ini didominasi pemilih pemula yang baru pertama kali mengikuti pemilihan umum.
BACA JUGA: Pilpres Rasa Indonesia Idol
Dengan demikian, penting sekali bagi pemilih pemula untuk meningkatkan kualitasnya sebagai pemilih melalui literasi guna meningkatkan kualitasnya sebagai pemilih untuk dapat membuat keputusan yang lebih informasional dan cerdas saat memberikan suara. Hal ini tentunya dapat membawa pada pemilihan pemimpin yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Budaya Literasi
Fenomena budaya literasi di Indonesia masih menjadi tantangan yang perlu diatasi. Menurut informasi dari UNESCO, minat membaca masyarakat Indonesia menunjukkan tingkat keprihatinan yang signifikan, hanya sekitar 0,001%. Dengan kata lain, dari 1.000 orang masyarakat Indonesia, hanya satu orang yang secara aktif terlibat dalam kegiatan membaca.
Sebuah penelitian terpisah yang berjudul "World’s Most Literate Nations Ranked," yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada bulan Maret 2016, menempatkan Indonesia di peringkat ke-60 dari 61 negara dalam hal minat membaca.
Posisinya tepat di bawah Thailand (59) dan di atas Botswana (61). Padahal, jika melihat evaluasi infrastruktur yang mendukung kegiatan membaca, Indonesia menempati posisi lebih tinggi daripada beberapa negara Eropa. Fakta ini menandakan bahwa masih ada banyak tugas yang harus diselesaikan guna meningkatkan tingkat literasi di Indonesia.
Indeks literasi digital nasional pada 2022 memang mengalami peningkatan. Ini menunjukkan bahwa semakin beragamnya kegiatan masyarakat yang dilakukan secara daring, mengharuskan adanya keterampilan digital yang unggul.
BACA JUGA: Membangun Budaya Literasi pada Generasi Milenial
Seiring pesatnya perkembangan teknologi dan juga akses terhadap informasi yang semakin mudah untuk dijelajahi, keterampilan dalam berliterasi menjadi suatu hal yang sangat diperlukan, supaya masyarakat indonesia khususnya generasi muda agar dapat lebih bijak dalam menyikapi dan menggunakan teknologi.
Namun, tingkat penetrasi internet di Indonesia masih belum mampu mengikuti kemampuan literasi yang baik oleh masyarakat khususnya para generasi muda, sehingga masih terdapat banyak tantangan-tantangan literasi digital di Indonesia.
Menurut data hasil survei yang dikemukakan oleh Katadata Insight Center (KIC) pada tahun 2022, menjelaskan bahwa masih ada 11,9% oknum masyarakat Indonesia yang masih menyebarkan hoax (berita palsu).
Implikasi negatif dari penyebaran hoaks yang provokatif tentu dapat menyebabkan berbagai macam opini publik, memicu kecemasan masyarakat, bahkan yang paling bahaya dapat mengakibatkan kepada perpecahan suatu bangsa.
Karena itu, setiap individu dalam masyarakat perlu mengadopsi sikap yang lebih kritis, lebih berhati-hati, dan lebih waspada ketika menerima informasi, dengan melakukan penyaringan sebaik mungkin, dengan sumber-sumber informasi yang memiliki kredibilitas tinggi.
Dengan memahami dan memiliki literasi yang baik, membuat kita tidak akan bingung, apalagi sampai mempercayai semua berita yang berseliweran di media terkhusus di media sosial.
BACA JUGA: Seberapa Penting Literasi Digital di Era Milenial?
Sampai saat ini akses terhadap buku, jaringan internet, dan bahan bacaan berkualitas masih terbatas di beberapa daerah, terutama di pedesaan. Hal ini tentu menghambat kemampuan masyarakat untuk mengakses informasi dan pembelajaran.
Selain itu, sarana dan prasarana pendidikan yang belum merata. Salah satu alasan rendahnya tingkat literasi adalah kurangnya infrastruktur yang memadai untuk mendukung kegiatan literasi.
Keterbatasan sarana dan prasarana literasi, seperti perpustakaan yang tidak memenuhi standar dan kekurangan variasi buku bacaan, dapat menjadi faktor yang mengurangi minat literasi di kalangan pelajar.
Sarana dan prasarana ini merupakan elemen penting dalam mendukung proses pembelajaran. Sayangnya, tidak semua sekolah di Indonesia memiliki infrastruktur dan fasilitas yang dapat mengoptimalkan kegiatan literasi.
Pemerintah memang sudah membuat kebijakan terkait budaya literasi di Indonesia yang diprakarsai oleh Kementerian pendidikan dan kebudayaan.
Berlandaskan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 21 Tahun 2015 mengenai Penumbuhan Budi Pekerti, Gerakan Literasi Sekolah telah disebarluaskan dan diterapkan di semua sekolah di Indonesia, yang terdiri dari tiga tahapan, yaitu: 1) penumbuhan minat baca, 2) meningkatkan kemampuan literasi buku pengayaan, dan 3) meningkatkan kemampuan literasi buku pelajaran (Kemdikbud, 2016).
BACA JUGA: Literasi Dunia Politik
Akan tetapi ternyata usaha ini sepenuhnya belum berhasil. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Krismanto (2017: 185) menjelaskan bahwa hanya sebanyak 33% yang rutin mengaplikasikan kegiatan GLS sesuai dengan panduannya dari total 24 sekolah dasar yang diteliti di suatu kota.
Bahkan, terdapat sejumlah 33% sekolah lainnya yang belum pernah mengimplementasikan kegiatan GLS sesuai panduan dan sisanya tidak konsisten dalam mempraktikkannya.
Oleh karena itu, dalam menghadapi fenomena literasi di Indonesia, perlu dilakukan upaya yang terintegrasi dan berkelanjutan, melibatkan berbagai pihak terkait, mulai dari pemerintah, lembaga pendidikan, hingga masyarakat secara keseluruhan. Dengan demikian, literasi di Indonesia dapat terus meningkat dan membawa dampak positif bagi kemajuan bangsa.
Peran Literasi
Kata literasi mungkin tidak asing lagi ditelinga kita, literasi secara umum merupakan kemampuan seseorang dalam membaca, memahami, mendengarkan, dan menggunakan berbagai jenis informasi yang disajikan dalam berbagai bentuk, mulai dari teks, gambar, hingga media digital.
BACA JUGA: Krisis Literasi di Tengah Pandemi
Literasi tidak hanya terbatas pada kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga mencakup kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan menggunakan informasi secara efektif dalam berbagai konteks kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan penjelasan tersebut kita dapat mengetahui bahwa sebenarnya istilah literasi tidak sesederhana yang kita pikirkan selama ini, literasi ternyata jauh lebih komplek dari itu.
Dalam konteks pemilu, literasi pemilu mengacu pada kemampuan seseorang untuk memahami, menganalisis, dan menyebarkan informasi terkait proses pemilu, calon pemimpin, serta isu-isu politik yang menjadi fokus dalam pemilu.
Di era digital dan perkembangan teknologi informasi saat ini, literasi pemilu dapat dipahami mencakup kemampuan untuk memilah informasi yang diperoleh dari berbagai sumber, termasuk media sosial dan platform digital lainnya.
Hal ini menjadi penting untuk mengingat bahwa tingginya penetrasi pengguna internet di Indonesia yang mencapai 143,26 juta jiwa dari total populasi penduduk Indonesia yang mencapai 262 juta jiwa.
Dengan demikian, literasi pemilu juga mencakup kemampuan untuk mengidentifikasi hoaks, memahami dampak dari informasi yang disebarkan, dan membuat keputusan politik yang lebih terinformasi dan cerdas.
Penguasaan literasi pemilu menjadi kunci utama dalam partisipasi politik yang berarti bagi generasi muda menjelang Pemilu 2024. Generasi muda memiliki potensi besar untuk membawa perubahan positif dalam dinamika politik.
BACA JUGA: Peran Keluarga, Sekolah dan Masyarakat dalam Literasi Digital
Namun, hal ini hanya dapat terwujud jika partisipasi politik mereka didasarkan pada pemahaman yang mendalam tentang isu-isu politik, visi dan misi para calon pemimpin, serta konsekuensi dari setiap pilihan politik yang mereka buat.
Literasi dapat membantu generasi muda dalam memilih dalam pemilu di tahun 2024 ini dengan meningkatkan pemahaman mereka tentang proses pemilu, prinsip-prinsip dasar yang harus dijunjung tinggi dalam penyelenggaraan pemilu, serta kinerja dan integritas para calon pemimpin.
Hal ini dapat ditempuh melalui berbagai usaha seperti, pertama, pendidikan literasi pemilu perlu ditingkatkan di kalangan generasi muda. Pendidikan ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti seminar, diskusi.
Kedua, pelatihan. Pemerintah perlu memperluas akses informasi terkait pemilu, seperti melalui media sosial, situs web, dan aplikasi mobile. Hal ini dapat membantu generasi muda memperoleh informasi yang akurat dan terpercaya.
Ketiga, pemerintah juga perlu mendorong partisipasi generasi muda dalam pemilu. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti mengadakan kampanye dan debat publik.
Keempat, bahkan masyarakat perlu lebih terlibat dalam upaya meningkatkan literasi pemilu di Indonesia, seperti dengan membuka perpustakaan desa atau mengadakan kegiatan membaca bersama; dan kelima, yang paling terpenting adalah pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat harus meningkatkan kerjasamanya secara keseluruhan dalam meningkatkan literasi pemilu di Indonesia.
Generasi muda memainkan peran penting dalam Pemilu 2024 ini. Mereka memiliki potensi untuk membawa perubahan positif dalam dinamika politik.
Generasi muda perlu untuk aktif dalam proses politik, termasuk menggunakan hak pilihnya, menjadi pemantau pemilu, dan memberikan motivasi bagi generasi muda lainnya.
Dengan berliterasi, generasi muda indonesia penting untuk menggunakan hak pilihnya secara cerdas dan bertanggung jawab, berdasarkan pemahaman yang baik tentang proses pemilu dan visi serta misi para calon pemimpin.
Dalam pemberantasan konten hoaks, generasi muda penting sekali untuk ikut berperan serta untuk menjadi agen perubahan dalam memerangi konten hoaks di ruang digital, serta memilah informasi dan mengidentifikasi hoaks.
Peran terpenting generasi muda dalam pemilu 2024 ini adalah Generasi muda perlu untuk menggunakan teknologi dengan bijak, terutama dalam memperoleh informasi yang benar dan inklusif terkait pemilu.
Dengan peran yang strategis ini, generasi muda diharapkan dapat membantu menciptakan pemilu yang kondusif, aman, dan nyaman, serta memastikan partisipasi politik yang bermakna dan proses pemilihan umum yang sehat.
Sehingga literasi dalam pemilu tahun 2024 ini menjadi fondasi utama dalam memastikan bahwa generasi muda dapat terlibat secara aktif dan cerdas dalam proses politik.
Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan literasi dalam pemilu di kalangan generasi muda perlu menjadi prioritas utama bagi semua pihak terkait, mulai dari pemerintah, lembaga pendidikan, hingga masyarakat secara keseluruhan.
Dengan demikian, generasi muda akan menjadi kekuatan positif dalam membangun masa depan demokrasi Indonesia yang lebih baik untuk Indonesia yang lebih maju.
====
Penulis Dosen/Ketua Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Sisingamangaraja XII Tapanuli. Saat ini penulis melanjutkan pendidikan S3 – Pendidikan Bahasa Indonesia di Universitas Sebelas Maret Surakarta dan menjadi Penerima Awardee Beasiswa Pendidikan Indonesia Batch 2 tahun 2023.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG/posisi lanskap), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]