Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Problematika
Tingkat literasi masyarakat suatu bangsa memiliki hubungan yang vertikal terhadap kualitas bangsa. Tinggi-rendahnya literasi akan mempengaruhi produktivitas serta kesejahteraan suatu bangsa. Tingginya minat baca seseorang akan mempengaruhi wawasan, mental serta perilaku seseorang.
Berdasarkan hasil studi yang di publikasikan oleh The World’s Most Literate Nation’s menunjukkan kebiasaan membaca di Indonesia tergolong sangat rendah, di mana Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara yang di survei. Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1.000 orang Indonesia, hanya satu orang yang gemar membaca. Tentu ini bukan suatu prestasi yang membanggakan bagi suatu bangsa.
Kalau kita telisik lebih jauh, rendahnya minat dan kebiasaan membaca ini disebabkan berbagai faktor, mulai dari gaya hidup, gempuran teknologi dan juga akses buku yang sulit di kalangan masyarakat terutama pelajar. Kondisi literasi anak di Indonesia saat ini masih belum merata terkait mutu, sarana, dan prasarana antara kota besar dengan daerah pelosok. Selain faktor-faktor pendukung tersemainya budaya malas membaca diatas faktor yang pertama dan paling utama penyumbang kemalasan didalam membaca ialah kurangnya kesadaran dari masyarakat akan manfaat yang didapat dari kegiatan membaca.
Seperti yang kita ketahui membaca adalah “Jendela Dunia”, dengan membaca kita bisa seakan-akan “berkeliling dunia”. Berkeliling dunia dalam tanda kutip, karena memang raga kita tidak benar-benar pergi berjalan-jalan keliling dunia, melainkan jiwa, pikiran, dan imajinasi kita yang melanglang buana keliling dunia. Di masa pandemi Covid-19 yang menimpa saat ini pembelajaran jarak jauh (PJJ) baik dalam bentuk luring maupun daring menjadi pilihan didalam proses pendidikan dimana masih banyak sekolah yang belum menemukan format yang tepat didalam menjalankannya sehingga efektifitasnya masih perlu dipertanyakan. Metode ini menuntut otonomi, kapasitas untuk belajar, serta pemantauan diri secara mandiri Hal ini semakin memperburuk keadaan bak jatuh ditimpa tangga pula, dimana berdasarkan survei badan penelitian dan pengembangan dan perbukuan kemendikbud, april 2020, kurang dari 50 persen siswa belajar kurang dari dua jam perhari, hal ini bisa memicu loss learning dan juga penurunan kemampuan membaca.
Di tengah karut-marut kondisi literasi masyarakat saat ini siapa yang patut disalahkan? Tidak adil rasanya bila kita menyebut pemerintah, pun tidak adil pula bila kita menyebutkan institusi pendidikan. Kondisi saat ini menuntut kita untuk tidak saling menyalahkan, namun sebaliknya mencari jalan keluar guna mengentaskan rendahnya literasi masyarakat saat ini.
Keluarga: Solusi Konstruktif
Realitas di atas menjadi wajah baru Indonesia, dimana kenyataan masyarakat saat ini tumbuh serta berkembang hanya di dalam kuantitas bukan kualitas, tentu pemecahan masalah ini tak semudah membalikkan telapak tangan, keluarga menjadi jawaban dari persoalan diatas, momen pembelajaran jarak jauh (PJJ) harus dimanfaatkan sebaik mungkin, dimana segala aktivitas kita berada dekat dengan keluarga.
Keluarga haruslah menjadi tempat penyemaian budaya membaca!, sudah sekian lama kita terjebak dalam konsepsi yang salah dimana sekolah formal menjadi tempat menggerakkan semangat membaca, tak sedikit juga para pegiat literasi menyerukan penanaman semangat baca di sekolah. “Membumikan semangat literasi di sekolah”, begitulah kira-kira bunyinya. Padahal kalau kita telusuri lebih jauh sekolah pertama dan utama kita adalah keluarga itu sendiri.
Konsepsi literasi keluarga ini membutuhkan peranan penting dari orang tua sebagai fungsi kontrol bagi anak. Hal pertama yang harus dilakukan adalah menumbuhkan kembangkan kesadaran arti pentingnya banyak membaca dalam keluarga. Keluarga yang cerdas adalah keluarga yang gandrung akan membaca buku.
Konsepsi literasi keluarga ini menuntut Peran aktif orang tua sebagai gerbang pertama dan utama didalam mengobarkan semangat literasi keluarga. Ketika orang tua malas, anak akan turut serta. Keteladanan dan pendekatan partisipatif perlu digalakkan dalam setiap keluarga. Agar ada keinginan untuk memegang buku perlu stimulus dan brain storming dalam bentuk ungkapan malu ketika kurang membaca.
Keluarga melalui orang tua harus mampu mengefektifkan proses pendidikan serta pembelajaran anak, hal itu dapat dilakukan dengan menyediakan ruangan serta berbagai buku bacaan sesuai dengan minat dan juga usia anak. Selain itu perlu adanya kontrol keluarga dalam hal ini orang tua perihal penggunaan gawai yang saat ini menjadi candu, waktu yang sebelumnya digunakan untuk berselancar di dunia maya dialokasikan untuk membaca hal ini dapat diwujudnyatakan dengan penyediaan jam wajib baca buku di tengah-tengah keluarga. Tentunya hal ini akan semakin meningkatkan disiplin keluarga didalam berliterasi. Disiplin literatif ini juga bisa distimulus dengan menyambangi toko-toko buku terdekat bersama dengan keluarga baik itu membeli atau sekadar untuk mengenalkan kepada anak-anak pada bacaan yang baik.
Ketidakpastian informasi serta persaingan global saat ini menuntut kita harus berbenah diri dalam hal peningkatan literasi. Dengan konsepsi literasi keluarga ini harapannya dapat menjadi jawaban didalam melahirkan pribadi-pribadi yang cerdas dan juga insan yang beradab.
====
Penulis anggota GMKI Cabang Medan/Mahasiswa FEB Universitas Sumatera Utara.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]