Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. KPK memeriksa 3 hakim yang memutus perkara terkait kasus suap 'sapi-kambing'. Mereka ditanya soal putusan yang menolak gugatan perkara Eastern Jason Fabrication Service (EFJS) Pte Ltd terhadap PT Aquamarine Divindo Inspection (ADI).
Ketiga hakim tersebut antara lain ketua majelis hakim Djoko Indiarto serta 2 anggotanya, Djarwanto dan Agus Widodo. Ketiganya memutus perkara pada 21 Agustus, hari yang sama saat operasi tangkap tangan (OTT) terhadap tersangka panitera pengganti Tarmizi dilakukan.
"Tiga hakim dalam kasus PN Jaksel tentu kita mendalami lebih lanjut bagaimana proses pengambilan keputusan dalam rangkaian persidangan kasus tersebut," ungkap Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (8/9/2017).
Penyidik juga mendalami pengetahuan saksi soal dugaan pemberian hadiah atau janji kepada Tarmizi. Dalam hal ini, panitera I Gde Ngurah Arya Winaya, yang juga atasan Tarmizi, turut diperiksa.
"Intinya, para saksi kita dalami apa yang didengar, apa yang dilihat," ujar Febri.
Namun, menurut Febri, sejauh ini saksi menyatakan tidak mengetahui soal aliran suap. Tetapi tentu KPK tidak berhenti pada keterangan tersebut, termasuk menggali kasus yang ditangani ketiga hakim tersebut bersama Tarmizi.
"Kami juga harus menggali bukti yang lain. Karena dalam beberapa waktu belakangan kami menangani kasus terkait di pengadilan tersebut," ucapnya.
Senada dengan pernyataan tersebut, Arya Winaya mengatakan tidak terlalu mengenal Tarmizi karena baru pindah ke PN Jaksel pada Juni 2017. Dia juga tidak tahu Tarmizi 'ada main' dengan pengacara dalam pengurusan perkara. Soal kasus, itu independensi Tarmizi sebagai panitera pengganti.
"Saya cuma tahunya kan tugasnya (Tarmizi sebagai) panitera mendampingi hakim, gitu saja. Yang lain nggak tahu," ungkap Arya Winaya saat meninggalkan KPK setelah diperiksa sore tadi.
Ia juga mengiyakan ketika ditanya soal penggantian anggota majelis hakim. Ini disebabkan hakim yang sebelumnya dimutasi atas kewenangan ketua pengadilan.
"Oh itu karena hakimnya pindah, ke mana (pindahnya) saya lupa. Dipindah tugas, pas hakim pindah, ya diganti," ucapnya.
Saksi lainnya, Agus Widodo, menolak memberi keterangan. Sedangkan Djoko Indiarto berkata sering berkomunikasi dengan Tarmizi sebagai panitera penggantinya.
"Ya pernah. Dia kan pakai saya, jadi selalu ketemu," katanya.
Kasus ini berawal dari gugatan perdata yang dilayangkan Eastern Jason Fabrication Service (EFJS) Pte Ltd kepada PT Aquamarine Divindo Inspection (ADI) terkait wanprestasi kontrak. PT ADI melanggar tenggat pelaksanaan proyek sehingga EFJS Pte Ltd mengalami kerugian.
Pengacara PT ADI, Akhmad Zaini, pun 'main mata' dengan panitera pengganti PN Jaksel Tarmizi agar gugatan itu ditolak. Supaya tak terdeteksi KPK, mereka berkomunikasi dengan sandi 'sapi' untuk uang ratusan juta rupiah dan 'kambing' untuk uang puluhan juta rupiah.Tarmizi kemudian menerima suap Rp 425 juta agar dapat mengurus perkara itu. Tarmizi dan Akhmad lalu ditangkap KPK pada Senin (21/8) dan ditetapkan sebagai tersangka. Disusul penetapan tersangka ketiga, Direktur Utama PT ADI Yunus Nafik, sebagai pemberi suap. (dtc)