Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Jika kita biasa mendengar instrumen musik tradisi Karo, kita akan mendengar ada suara bambu yang dipukul dengan tempo stabil. Tetapi pada bagian tertentu suara-suara itu bisa terdengar sangat bervariasi, layaknya sebuah melodi. Suara itu hadir di sepanjang instrumen. Ya itulah keteng-keteng, alat musik tradisi Karo yang terbuat dari bambu.
Sebagaimana alat musik tradisional, alat musik Karo juga terbuat dari bahan-bahan sederhana. Begitu juga dengan keteng-keteng. Sepintas alat musik ini seperti sepotong bambu yang tak berguna. Padahal dalam instrumen musik tradisi Karo, suara keteng-keteng justru yang membawa ciri khas musik ini.
Keteng-keteng terbuat dari bambu yang telah tua. Dipotong dengan ukuran tertentu sesuai ukuran ruasnya. Kemudian kulit bambu pada bagian tengah dikupas beberapa bagian dengan ukuran-ukuran kecil. Namun kupasan itu tidak sampai lepas. Kedua ujung kupasan itu masih melekat. Kulit bambu yang terkelupas itu seolah menjadi senar.
Lalu di beberapa kupasan itu diganjal dengan kayu atau bambu. Karena diganjal itu, membuat beberapa senar menonjol ke atas. Umumnya ada tiga senar yang menonjol. Dua di antaranya berdekatan dan satunya lagi terpisah. Senar inilah yang dipukul sehingga menghasilkan suara. Alat pemukulnya juga terbuat dari bambu.
Sedangkan ganjalan itu juga dapat berfungsi sebagai alat untuk menyetem ketat tidaknya senar (kulit bambu) itu sendiri. Semakin ketat maka suara yang dihasilkannya semakin tinggi. Sedangkan untuk output suara, pada bagian tertentu, bambu itu dilubangi.
Menurut Musisi Karo, Hendry Perangin-angin, keteng-keteng adalah bagian dari ensambel “telu sedalanen”. Secara harfiah berarti insturmen musik yang berasal dari tiga alat musik yang dimainkan secara bersama-sama.
Selain keteng-keteng, dua alat musik lain yang masuk dalam jenis ini adalah kulcapi (kecapi) dan mangkok (cawan). Dahulu alat musik ini dimainkan untuk ritual-ritual tertentu. Namun kini, keteng-keteng juga bisa dimainkan dalam berbagai garapan yang tidak terikat dengan upacara ritual tertentu.
Jika kulcapi sebagai pembawa melodi, maka keteng-keteng dan mangkok (cawan) menjadi pengiring dengan pola-pola ritem yang konstan dan berulang-ulang (repetitif). Karenanya dalam sebuah ensambel keteng-keteng bisa berfungsi sebagai ritem tetap tetapi bisa juga menjadi ritem yang menghadirkan variasi.
"Keteng-keteng itu sederhana, tapi perannya besar karena membawa ciri musik tradisi Karo,” kata Hendry kepada medanbisnisdaily.com, Jumat (29/9/2017).
Ditambahkan Hendry, yang juga pegawai Taman Budaya Sumatera Utara ini, keteng-keteng membawa nafas dalam ensambel Karo yang membedakannya dengan masyarkat tradisi lain.
Sierjabaten
Sierjabaten adalah sebutan umum bagi pemusik tradisi Karo. Sebutan ini biasanya baru akan diberikan bila seseorang sudah terampil memainkan berbagai alat musik tradisi itu.
Alat musik tradisi Karo itu sendiri terdiri dari sarune, gendang singanaki, gendang singindungi, gendang penganak dan gung. Secara spesifik para pemusik itu akan dinamai sesuai alat musik yang dimainkannya. Misalnya yang memainkan sarune disebut panarune, pemain gendang disebut penggua sedangkan pemain gung disebut simalu gung.
Sierjabaten biasa diminta tampil pada upacara-upacara tertentu. Antara lain pada pesta pernikahan, pesta panen, kemalangan atau lainnya.
Sosok sierjabaten memiliki posisi khusus dalam hati masyarakat. Mereka tidak hanya dianggap sebagai sosok yang terampil bermain musik, tetapi juga sebagi perantara doa kepada Sang Pencipta. Karenanya, sierjabaten dulunya begitu dihormati oleh masyarakat Karo.
Tetapi sayangnya seiring dengan perkembangan zaman kini alat-alat musik tradisi itu telah digantikan oleh keyboard. Posisi sierjabaten tergantikan oleh para pemain keyboard. Tak jarang pula sierjabaten beralih profesi menjadi pemain keyboard. Dengan kata lain, perlahan-lahan panggung untuk instrumen musik tradisi murni ini pun semakin langka. Sembari itupula pengetahuan yang ada di dalamnya juga mulai terlupakan.