Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bercerita soal pentingnya laut sebagai bentuk kedaulatan Indonesia. Menurut Susi, laut Indonesia yang luas merupakan berkah bagi Indonesia.
"Kelautan adalah sisi yang menyangkut, merangkum kedaulatan. Kelautan adalah kedaulatan. Apa yang saya lakukan di dalam menjaga kedaulatan laut Indonesia adalah terkait sumber daya ikan, sumber daya alam yang ada di lautan Indonesia," kata Susi dalam Seminar Nasional Penegakan Hukum Terhadap Perempuan yang Berhadapan dengan Hukum di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (20/1).
Susi menceritakan soal sejarah Indonesia yang diakui sebagai negara kepulauan yang diakui dunia. Hal ini berawal dari Deklarasi Djuanda yang dicetuskan pada 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Indonesia pada saat itu, Djuanda Kartawidjaja.
Menurut Susi, jika tak diakui sebagai negara kepulauan, maka Indonesia hanya bisa menikmati laut dan kekayaan di dalamnya sejauh 3 mil dari bibir pantai.
"Diawali dengan Djuanda tahun 1957, ia mengajukan kepada dunia bahwa Indonesia adalah negara kepulauan. Dengan diajukannya negara kepulauan, negara kita akhirnya bisa mempunyai ZEE (Zona Ekonomi Ekslusif) yang 200 mil, yang sebelumnya hanya 3 mil. Jadi kalau Djuanda tidak memperjuangkan itu, 3 mil dari ujung utara Jakarta itu sudah laut internasional, which everybody can come and take anything," ucap Susi.
Lewat perjuangan Djuanda itu, akhirnya Indonesia bisa terangkum dalam satu kesatuan tanpa dipisahkan oleh laut. Ia juga menceritakan soal maraknya pencurian ikan di laut Indonesia.
"Pada saat saya jadi menteri lebih dari 7 ribu kapal asing, yang wira wiri bisa lebih dari 13 ribuan kapal asing. Bukan cuma masuk. Kita punya teritorial, kita punya ZEE, kita punya lautan nusantara, tapi mereka nangkap ikan setiap hari, mereka mengambil sumber daya lainnya," ungkap Susi.
Ia menyebut butuh rekonsiliasi nasional untuk mengatasi masalah illegal fishing di Indonesia. Tujuannya, untuk mencegah semakin menurunnya jumlah nelayan dan ekspor ikan di Indonesia.
"Perlu rekonsiliasi nasional, abolisi nasional, kepada kapal-kapal. Saya sampaikan yang tidak terlibat kejahatan pidana dan bisa dibuktikan itu milik pengusaha Indonesia silakan dibuktikan. Tapi nggak ada, karena itu kapal bohong-bohongan saja," ucapnya.
Selain cerita soal upaya melindungi laut Indonesia, Susi juga mengingatkan para hakim wanita agar bisa berkarir tanpa lupa akan kodrat sebagai ibu dan mengasuh anak. Ia bahkan bercanda soal pengalamannya yang lebih banyak bekerja dengan laki-laki.
"Saya ini jarang kumpul dengan banyak wanita. Biasanya sekeliling saya laki-laki lagi, laki-laki lagi. Kali ini hakim-hakim wanita, luar biasa. Di dunia komersil selama 30 puluh tahun sebelum jadi menteri ya saya lihat laki-laki lagi. Sampai saya kadang lupa bedanya laki-laki sama perempuan. Dan itu baik karena saya tidak memikirkan untuk bisa membuktikan saya bekerja seperti banyak laki-laki tanpa mengingkari kodrat sebagai wanita seorang ibu mengasuh anak," ungkap Susi. (dtc)