Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Wakil Presiden Jusuf Kalla bicara soal hubungan pemerintah dengan ulama. Ini terkait adanya tudingan pemerintah yang anti terhadap para ulama pasca unjuk rasa 4 November (411) dan 2 Desember (212) tahun 2016 lalu.
Kebetulan setelah aksi unjuk rasa 212 ada beberapa tokoh yang berurusan dengan aparat hukum dan ditahan. Langkah aparat menahan tokoh agama tersebut kemudian diviralkan bahwa pemerintah antiulama.
"Ya, ada kasus-kasus tertentu yang kemudian orang blow-up, khususnya setelah kejadian 212 ada beberapa tokoh memang karena dianggap melakukan sesuatu kemudian ditahan. Habib Rizieq tidak kembali. Orang kemudian isukan macam-macam itu," kata Wapres JK, Kamis (29/3).
Padahal, kata JK, orang-orang yang duduk di pemerintahan saat ini mayoritas juga beragama Islam. Idealnya hubungan antara umara (pemimpin) dengan ulama haruslah saling menghormati. Pemerintah menghormati ulama, ulama juga harus menghormati umara yang menjalankan pemerintahan.
Atas adanya penilaian bahwa saat ini pemimpin anti ulama, pemerintah berusaha memperbaiki pandangan tersebut. "Kami juga berusaha untuk memperbaiki pandangan itu (pemerintah anti ulama)," lanjut JK.
Dia pun meminta kepada aparat hukum jika memang tokoh ulama yang sempat ditahan ternyata tak terbukti bersalah untuk dilepaskan. JK menegaskan bahwa hal ini bukanlah bentuk intervensi terhadap aparat hukum.
Menurut JK di masa kepemimpinan Jokowi bersama dirinya hubungan pemerintah dengan ulama sangat baik. "Tak ada kriminalisasi, kalau dulu ada (tragedi) Tanjung Priok, (kasus Talangsari) Lampung. Sekarang Alhamdulillah tidak ada," kata JK yang juga Ketua Dewan Masjid Indonesia. (dtc)