Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Ketidakpastian jatuhnya stasiun luar angkasa Tiangong-1 terus berlanjut. Kondisi itu akan berlangsung sampai wahana seberat 8,5 ton tersebut memasuki pada ketinggian orbit 120 kilometer.
Jatuhnya Tiangong-1 ke Bumi mengalami pelambatan sehingga berdampak pada bergesernya waktu jatuh benda milik China tersebut. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) mencatat pelambatan penurunan orbitnya dari ketinggian 200 kilometer menjadi 187 kilometer. Itu artinya, fase re-entry atau kembali ke atmosfer turun 3 kilometer per harinya.
Penelitian Bidang Astronomi dan Astrofisika Pusat Sains Antariksa LAPAN Rhorom Priyatikanto mengungkapkan bahwa laju penurunan ini bergantung pada kerapatan atmosfer atas (eksosfer).
"Belakangan ada letupan Matahari (flare) yang berpotensi menebalkan atmosfer. Atmosfer tebal, hambatan meningkat. Letupan Matahari baru saja terjadi. Belum diperhitungkan pada perkiraan sebelumnya (yang memperkirakan waktu jatuh mundur)," ujar Rhorom dalam pesan singkatnya.
Meski waktu jatuhnya diperkirakan bergeser dari yang semula 1 April, yang kini rentangnya lebih luas menjadi 1-3 April. Menurut Rhorom, ia berkeyakinan kalau stasiun pertama milik Negeri Tirai Bambu tersebut akan menghantam Bumi sesuai yang diperhitungkan sebelumnya.
"Ada yang perkirakan waktu jatuhnya mundur, tapi menurut saya waktunya masih 1 April," sebutnya.
Saat ini, informasi terbaru yang disampaikan LAPAN mengatakan Tiangong-1 terpantau di ketinggian sekitar 178 kilometer atau turun 9 kilometer dari hari kemarin.
Kepala Bagian Humas Masyarakat LAPAN Jasyanto mengatakan bisa dikatakan jatuh saat memasuki ketinggian 120 kilometer. Dengan semakin cepatnya Tiangong-1 tertarik jatuh ke Bumi, disebutkan kalau waktunya bisa terjadi pada 1-2 April 2018.
Seperti diketahui, pertama kali diluncurkan pada 29 September 2011, stasiun luar angkasa pertama Negeri Tirai Bambu tersebut mengorbit di ketinggian 350 kilometer.
Ketika itu, Tiangong-1 merupakan muatan dari Long March 2F yang diluncurkan di Jiuquan Satellite Launch Center, China.
Stasiun luar angkasa berbentuk tabung dengan panjang 10,4 meter berdiameter 3,4 meter dan dilengkapi bentengan panel surya di kedua sisinya ini, pernah ditempati para penjelajah antariksa dari China.
Namun sejak 2016, Tiangong-1 sudah tidak dapat dikontrol lagi dan mulai turun orbitnya. Stasiun luar angkasa China itu berpotensi jatuh ke Bumi di wilayah pada rentang 43 derajat lintang utara sampai 43 derajat lintang selatan, termasuk Indonesia di dalamnya.(dtn)