Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Pada mulanya pemberian tunjangan hari raya (THR) kepada pamong pradja (kini PNS) di masa kabinet Soekiman Wirjosandjojo dianggap bermuatan politis. Ini lantaran Soekiman yang berasal dari Masyumi dan menjadi Perdana Menteri 27 April 1951 - 3 April 1952 juga ditugaskan untuk menyiapkan pemilihan umum.
Sejarahwan Bonnie Triyana dalam artikelnya di Historia.id menulis, saat itu kabinet Soekiman memberikan THR untuk memikat pamong pradja. Kebetulan saat itu pegawai negeri didominasi dari kalangan priayi dan kaum ningrat yang kebanyakan pendukung Partai Nasional Indonesia (PNI). Sementara Soekiman berasal dari Partai Masyumi.
Melalui THR, Soekiman bermaksud mengambil hati para pamong pradja agar mendukung kabinet yang dia pimpin. "Masuk di akal juga kalau para pegawai itu, yang katanya gajinya kecil itu, dapat sedikit dana tambahan buat menghadapi lebaran," tulis Bonnie.
Politikus Partai Persatuan Pembangunan yang banyak menulis tentang Masyumi dan tokoh-tokohnya, Lukman Hakiem mengaku tak melihat adanya unsur politis dalam pemberian THR di masa Kabinet Soekiman. Meskipun kata dia, penilaian bahwa itu politis adalah hal yang biasa.
Itu muncul lantaran Kabinet Soekiman memang salah satu tugasnya adalah menyiapkan pemilihan umum. "Tapi kemudian Pemilu kan baru digelar pada 1955," kata Lukman yang pernah menjadi staf khusus Wakil Presiden Hamzah Haz saat berbincang dengan detikcom, Senin (4/6/2018).
Sementara Kabinet Soekiman berakhir masa tugasnya pada 3 April 1952. Lepas dari politis atau tidak, kebijakan Kabinet Soekiman tentang THR itu kini menjadi tradisi.
Setiap hari raya keagamaan semua pegawai baik pemerintah mau pun swasta menerima THR. dtc