Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Aksi Korea Utara yang sempat ngeyel lalu melunak soal senjata nuklirnya seolah membentuk persepsi bahwa negara yang dipimpin Kim Jong Un itu adalah pihak yang paling berbahaya di dunia. Namun sebenarnya Amerika Serikat juga sama bahayanya, karena Paman Sam juga punya senjata nuklir.
Inilah yang disoroti oleh pakar Hubungan Internasional dari UGM yang juga juru kampanye Kelompok Internasional untuk Pemusnahan Senjata Nuklir (ICAN), Muhadi Sugiono, Senin (11/6).
"Seolah-olah sekarang ini yang menjadi ancaman adalah Korea Utara, dan Amerika Serikat bukan ancaman," kata Muhadi.
AS memang menjadi satu dari lima negara yang diperbolehkan Perjanjian Nonproliferasi Nuklir (NPT/Nuclear Non-Proliferation Treaty) untuk memiliki senjata nuklir pada 1968. Selain AS, ada Prancis, China, Uni Soviet (Rusia), dan Britania Raya.
NPT sebelumnya sempat menjadi rujukan utama dalam isu nuklir dunia. Pada dasarnya, NPT terdiri dari tiga komponen, pertama yakni soal prinsip non-proliferasi (non-penyebarluasan senjata), bahwa tak ada negara lain yang boleh punya senjata nuklir kecuali yang sebelumnya sudah pernah meledakkan senjatanya sebelum 1 Januari 1967. Kedua, soal perlucutan senjata nuklir, bahwa semua negara tanpa terkecuali harus secara bertahap menghapus senjata nuklirnya. Ketiga, mendorong tujuan perdamaian dalam pemanfaatan nuklir.
"Soal disarmament (perlucutan) senjata nuklir, tidak ada kemajuan sama sekali. Bahkan negara yang punya senjata nuklir menjadi penekan terhadap negara lain, makanya muncul tekanan terhadap Iran dan Korea Utara," kata dia.
Maka muncullah ketidakpercayaan terhadap NPT. Akhirnya terwujudlah suatu perjanjian yang bisa melengkapi NPT, yakni Traktat Pelarangan Senjata Nuklir alias TPNW (Treaty on the Prohibition of Nuclear Weapons). TPNW adalah instrumen legal yang disepakati punya sifat lebih adil dalam menangani krisis senjata nuklir di dunia.
TPNW diadopsi oleh PBB pada 7 Juli 2017. Hingga kini sudah ada 59 negara yang menandatangani TPNW, meski banyak yang belum menandatangani termasuk Amerika Serikat dan Korea Utara, juga negara-negara pemilik senjata nuklir dan negara payung nuklir seperti Korea Selatan. Negara payung nuklir adalah negara yang tak punya nuklir namun dilindungi oleh negara bersenjata nuklir.
"Korea Selatan juga diharuskan untuk tidak memfasilitasi senjata nuklir, Korea Selatan adalah termasuk negara payung nuklir Amerika Serikat, bila Korea Selatan berteriak maka AS bisa mendatangkan nuklirnya," kata dia.
Maka pertemuan antara Kim Jong Un dengan Donald Trump di Singapura nanti harus ditindaklanjuti dengan proses multilateral melibatkan PBB, dan mewujudkan komitmen, bentuknya adalah Korea Utara, Korea Selatan, dan Amerika Serikat menandatangani TPNW.
"ICAN mendorong senjata nuklir tak lagi dilihat sebagai senjata, tetapi sebagai ancaman kemanusiaan. Tak ada bedanya apakah nuklir ituu dipegang Amerika Serikat atau Korea Utara, itu sama saja, bisa menghancurkan kemanusiaan. Maka yang dibutuhkan tidak lain kecuali senjata nuklir itu dihapuskan," tutur Muhadi.
Menyambut rencana pertemuan Donald Trump dan Kim Jong Un di Singapura, ICAN mendesak agar Korea Utara dan juga Korea Selatan sama-sama meratifikasi TPNW. Ada lima sikap ICAN soal ini.
Pertama, Korea Utara dan Korea Selatan harus mengakui risiko penggunaan nuklir terhadap kemanusiaan. Kedua, menolak senjata nuklir dengan bergabung dan meratifikasi TPNW. Ketiga, melucuti senjata nuklir dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Keempat, meratifikasi, CTBT (Comprehensive Nuclear Test Ban Treaty) atau Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir. Kelima, Korea Utara perlu bergabung kembali dengan NPT dan berkomitmen untuk perlucutan senjata nuklir. (dtc)