Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Surabaya - Gugatan class action yang dilayangkan oleh Front Pekerja Lokalisasi (FPL) dan Komunitas Pemuda Independen (Kopi) kepada Pemkot Surabaya sebesar Rp 270 miliar disebut murni untuk menuntut kesejahteraan.
Hal ini diungkapkan Sentra Informasi FPL dan Kopi, SA Saputro. Pria yang lebih dikenal dengan nama Pokemon ini menyampaikan, pasca penutupan eks lokalisasi Jarak-Dolly pada tahun 2014, warga belum mendapatkan ganti rugi yang layak.
"Kita gugatan class action artinya selama tahun 2014 hingga 2017, itu sumber ekonomi kita dirampas haknya oleh Pemerintah Kota Surabaya. Tidak ada kompensasi ganti rugi yang layak. Kalaupun ada ganti rugi itu ndak layak. Hanya beberapa orang yakni PSK dan mucikari," kata Pokemon saat dihubungi detikcom melalui sambungan telepon, Minggu (2/9/2018).
Padahal ditambahkan Pokemon, yang seharusnya memperoleh ganti rugi tidak hanya PSK dan Mucikari saja, melainkan elemen lainnya seperti pedagang kaki lima (PKL), juru masak, juru cuci pakaian, tukang parkir dan SPG yang menjual air mineral.
"Kami berterima kasih ditutupnya prostitusi Jarak-Dolly oleh bu Risma, walikota terbaik di Asia. Kemudian bagaimana nasib kami yang lainnya. Harusnya seimbang. Yang diberi kompensasi jangan hanya PSK dan mucikari, terus bagaimana dengan yang lain, parkir, PKL dan yang lainnya," ungkap Pokemon.
Pokemon pun menjelaskan ada 150 orang lebih yang mengalami kerugian, baik materi dan nonmateri akibat penutupan eks lokalisasi tersebut. Oleh sebab itu, mereka melayangkan gugatan class action kepada Wali Kota dan Satpol PP sebesar Rp 270 miliar.
Kerugian ini sudah didasarkan pada hitung-hitungan rata-rata penghasilan para pedagang di eks lokalisasi yang mencapai Rp 2-3 juta perbulan dan pemilik rumah musik sebesar Rp 5-7 juta yang kehilangan penghasilan sejak tahun 2014 hingga pertengahan tahun 2017.
"Kalau dihitung sejak 2014 hingga 2017 pertengahan, gugatan kita masuk (di pengadilan) 3,5 tahun, maka perkepala mendapatkan Rp 1 miliar. Artinya total Rp 270 miliar kurang lebih segitu, itu materi dan imateri. Itu dikalikan 150 orang selama 3,5 tahun," ujar Pokemon.
Pokemon juga tak sepakat dengan klaim Risma yang telah menyejahterakan warga Jarak-Dolly pasca penutupan eks lokalisasi dengan membuka rumah produksi sandal dan produksi batik.
"Pabrik sepatu dan kampung batik itu apa sudah produksi atau berapa ratus yang sudah diproduksi? Berapa ribu karyawan yang bekerja di sana? Kan tidak ada. Maka itu pembohongan publik. Kalaupun itu ada biasanya didatangi oleh pemerintah kota lain atau Jakarta, kemudian 2-3 hari hilang," ungkap Pokemon.
Kendati demikian, Pokemon menegaskan, gugatan class action yang ditujukan kepada Pemkot dan Satpol PP itu murni untuk menuntut kesejahteraan, bukan membuka kembali lokalisasi. Ia juga menyayangkan pihak-pihak yang beranggapan gugatan ini adalah untuk membuka lokalisasi kembali.
"Ada beberapa kelompok-kelompok yang mengatasnamakan ormas. Seakan kita diadu ingin membuka kembali prostitusi. Padahal tidak. Kita ingin ngomong sumber ekonomi (kesejahteraan, red)," pungkasnya. dtc