Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Surabaya. Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini mengomentari ramainya gugatan class action yang dilayangkan Front Pekerja Lokalisasi (FPL) dan Komunitas Pemuda Independen (Kopi) kepada Pemkot Surabaya sebesar Rp 270 miliar.
Risma yang menjadi aktor utama penutupan eks lokalisasi Jarak-Dolly tersebut mengaku punya alasan kuat di balik kebijakannya itu.
"Saya pikir gini, mereka warga Dolly itu juga berhak hidup normal seperti warga yang lain. Saat saya ingin menutup itu, karena saya kepingin menyelamatkan anak-anak surabaya," kata Risma kepada detikcom, Minggu (2/9/2018).
Risma juga menjelaskan jika anak-anak yang tumbuh dan besar di kawasan eks lokalisasi itu memiliki kehidupan yang berbeda dengan anak-anak yang tinggal di daerah lain. Namun dengan penutupan lokalisasi Jarak-Dolly, Risma berharap mereka bisa memiliki kehidupan normal.
"Karena mereka memiliki masa depan yang sama dengan anak-anak yang lain. Itu bukan hanya anak-anak di Dolly saja. Dia anak Dolly sekolah tempat lain kemudian terpengaruh. Itu yang ingin saya selamatkan untuk anak-anak di Surabaya. Karena itu mereka berhak," terang Risma.
Risma menambahkan, UKM-UKM binaan Pemkot Surabaya yang ada di eks lokalisasi Jarak-Dolly sudah mulai berproduksi dengan baik. Bahkan ada beberapa di antaranya yang mendapatkan pesanan berlebih.
"Lha wong mereka sekarang punya usaha macem-macem. Saya dengar di sana mendapatkan pesanan sleeper (sandal hotel) hingga 10 ribu lebih. Kalau mereka keganggu kan juga kasihan, mereka terganggu," ujar Risma.
Risma pun berharap tidak ada pihak lain yang mengganggu ketenteraman warga di Jarak-Dolly. "Tolonglah pihak-pihak itu. Tolonglah itu. Ya memang sudah berbeda eranya sudah berbeda. Tolong dimaklumi," ungkap Risma.
Tak hanya itu, Risma juga meminta agar mereka yang mengatasnamakan warga eks lokalisasi Jarak-Dolly dan melakukan gugatan class action untuk dikroscek lagi identitas kependudukannya.
"Masak gara-gara satu orang disalahkan sekian ribu orang. Itukan tidak adil. Sebagian kecil, coba dilihat KTP-nya," pesannya. (dtc)