Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Pusat Studi Konstitusi (Pusako) FH Universitas Andalas menyoroti kisruh pencoretan Oesman Sapta Odang (OSO) dari daftar calon tetap (DCT) DPD. Pusako menilai sejak awal Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) lalai dalam meloloskan OSO ke dalam daftar calon sementara (DCS).
"KPU melakukan kelalaian. Tapi penyelenggara pemilu yang lalai bukan hanya KPU, juga ada Bawaslu," ujar Direktur Pusako, Feri Amsari, dalam diskusi bertajuk 'Pemilu 2019 Terancam, KPU Dikriminalisasi', di Kawasan Sarinah, Jakarta Pusat, Minggu (30/12/2018).
Feri menjelaskan mengapa keduanya dinilai lalai dalam meloloskan OSO ke dalam DCS. Sebab, KPU dinilai seharusnya sudah mengetahui bahwa dalam keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 30/PUU-XVI/2018 melarang ketua umum partai politik mencalonkan diri sebagai anggota DPD. Dengan demikian, syarat pengunduran diri sebagai pengurus parpol harus dilampirkan OSO.
"Anehnya syarat untuk masuk DCS ternyata syarat-syaratnya diabaikan oleh KPU. Jadi dibiarkan OSO nggak memenuhi syarat tapi diloloskan di DCS. Kenapa diloloskan di DCS ini jadi pertanyaan besar, kenapa KPU lalai tidak memeriksa OSO hingga memenuhi syarat," katanya.
"Sedangkan ada calon lainnya yang berasal dari parpol sudah menyerahkan pengunduran diri 203 orang. Hanya OSO satu-satunya yang tidak menyerahkan syarat pengunduran diri tetapi dia satu-satunya di DCS," imbuh Feri.
Sementara, Bawaslu, yang memiliki tugas supervisi atau pengawasan terhadap KPU juga dinilai tidak bekerja dengan baik. Bawaslu, kata Feri, saat itu seharusnya menanyakan ke KPU kenapa tidak meminta surat pengunduran diri OSO. Bawaslu justru ikut mengabaikan syarat-syarat yang harus dipenuhi OSO untuk masuk ke dalam DCS hingga terjegal dalam DCT.
Padahal, jika sejak awal keduanya menjalankan tugas dan fungsinya secara benar, kisruh pencoretan OSO ini tidak akan terjadi. Gugatan hanya akan dilayangkan OSO ke Bawaslu dan tidak merembet ke PTUN hingga Mahkamah Agung (MA).
"Kalau diputus soal DCS itu mau nggak mau Bawaslu harus menghormati itu dan nggak ada lagi jenjang penyelesaian perkara kecuali di Bawaslu, selesai di sana. Itu sebabnya dugaan saya jangan-jangan pencoretan OSO di DCT sudah terencana," katanya.
Feri pun menduga keputusan tidak mencoret Oso saat penetapan DCS ini telah direncanakan. Hal ini, untuk membuka peluang agar Oso tetap dapat masuk ke dalam DCT nantinya.
"Dugaan saya jangan-jangan semua ini sudah direncanakan dengan sangat rapi untuk membiarkan OSO tetap kembali masuk ke dalam DCT," tutur Feri.
"Jadi jangan-jangan Bawaslu ikut terlibat dalam upaya akhir meloloskan OSO," imbuh Feri.
Seperti diketahui, kisruh ini bermula dari keputusan KPU untuk tidak memasukkan OSO ke dalam DCT anggota DPD untuk Pemilu 2019. Alasannya, OSO belum juga menyerahkan surat pengunduran diri dari jabatan Ketum Hanura.
Buntut dari keputusan itu, Hanura lantas melaporkan Ketua KPU Arief Budiman dan Komisioner KPU Hasyim Asyari ke Bareskrim Polri. Mereka dilaporkan karena tidak memasukkan OSO ke DCT, dan dinilai melakukan pelanggaran pidana. dtc