Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Selama Presiden Joko Widodo (Jokowi) memimpin Indonesia, jumlah utang pemerintah bertambah Rp 1.809,6 triliun menjadi Rp 4.418,3 triliun per tahun 2018.
Sejak tahun 2014 sampai 2018, terjadi pertambahan utang yang cukup tinggi. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa peningkatan jumlah utang dari tahun ke tahun sudah dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Kan kalau kita lihat instrumen utang dari sisi APBN, pertama dari mekanisme perundangan dibahas secara sangat luas di DPR. Jadi di sana tidak ditentukan sendiri," kata Sri Mulyani di Komplek Istana, Jakarta Pusat, Rabu (23/1/2019).
"Sehingga kalau setiap tahun ada pertambahan utang itu adalah hasil dari keseluruhan desain policy fiskal kita," sambungnya.
Dalam setiap pembahasan antara pemerintah dengan DPR, juga didiskusikan mengenai program apa saja yang akan dilakukan oleh pemerintah setiap tahunnya. Oleh karena itu, ada kesepakatan atau diputuskan belanja negara setiap tahunnya seberapa besar.
"Kita butuh ciptakan kesempatan kerja berapa, mengurangi kemiskinan berapa, tambah alutsista berapa, membuat sekolah berapa, mengurangi pengangguran berapa, menambah infrastruktur berapa. Kan dibahas semuanya secara detail, dan ditentukan berapa kebutuhan belanjanya," ujar Sri Mulyani.
Dengan demikian, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini meminta kepada seluruh masyarakat untuk melihat persoalan utang pemerintah secara satu kesatuan.
"Jadi menurut saya utang tidak dilihat dari sisi nominal saja. Buktinya pertumbuhan ekonomi kita bisa tumbuh di atas 5% dengan defisit semakin kecil, bahkan kita menunjukkan primary balance kita hampir nol. Itu menggambarkan yang tadinya primary balance direncanakan sampai Rp 80 triliun, sekarang hanya Rp 1,7 triliun," jelas dia.
"Jadi ini menggambarkan pemerintah walaupun diberi alokasi oleh UU bisa berutang lebih banyak, tapi kami coba untuk memperkecil kalau penerimaan negara naik dan belanja tetap dibuat efisien," tambahnya. (dtf)