Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Kuala Lumpur - Gugatan hukum terkait kasus pembunuhan model cantik Mongolia, Altantuya Shaariibuu, mulai disidang di Malaysia. Salah satu saksi mengaku pernah melihat foto Altantuya bersama mantan Perdana Menteri (PM) Najib Razak. Hal itu dibantah Najib yang menegaskan dirinya tidak pernah bertemu Altantuya.
"Ini fitnah. Kebohongan. Saya tidak pernah bertemu dengannya (Altantuya-red). Saya bersumpah di dalam masjid soal hal ini," tegas Najib kepada wartawan seperti dilansir kantor berita Bernama dan Channel News Asia, Rabu (23/1/2019).
Penegasan itu disampaikan Najib saat membantu kampanye Barisan Nasional di Cameron Highlands. Najib diketahui sebelumnya berulang kali membantah mengenal Altantuya dan menyangkal terlibat pembunuhannya.
Keterangan soal foto Altantuya bersama Najib itu diungkapkan seorang saksi bernama Burmaa Oyunchimeg (37) dalam persidangan gugatan hukum terkait kasus pembunuhan itu yang digelar pada Rabu (23/1) waktu setempat. Burmaa merupakan sepupu Altantuya dan saksi pertama yang memberi keterangan.
Dalam keterangannya, Burmaa mengungkapkan hubungan asmara yang sempat terjalin antara Altantuya dengan Abdul Razak Baginda, seorang analis politik yang dekat dengan Najib. Burmaa mengaku pernah bertemu dengan Abdul Razak pada tahun 2004 di Hong Kong, saat Altantuya mengenalkannya kepadanya.
Burmaa yang juga sempat tinggal di Hong Kong ini menyebut dirinya kembali bertemu Altantuya dan Abdul Razak pada dua kesempatan, yakni pada Januari 2005 di Shanghai dan pada Maret 2005 di Singapura. Kepada Burmaa, Altantuya yang sempat membantah akhirnya mengakui dirinya menjalin hubungan asmara dengan Abdul Razak yang diketahui sudah beristri.
Kemudian saat dirinya dan Altantuya terbang kembali ke Mongolia dari Singapura pada Maret 2005, Altantuya menunjukkan foto dirinya bersama dua pria kepada Burmaa. Dua pria itu adalah Abdul Razak dan Najib yang saat itu masih menjabat sebagai Wakil PM Malaysia.
"Saya ingat saya melihat foto tiga orang, dua pria dan Altantuya. Saya bertanya kepadanya, siapa mereka, dan dia menyebut salah satunya adalah Wakil Perdana Menteri dan yang lain adalah (Abdul) Razak yang bekerja dengannya dan melakukan bisnis bersama," tutur Burmaa dalam keterangannya di sidang.
"Saya bertanya kepadanya apakah mereka bersaudara karena namanya sama. Dia bilang tidak, tapi mereka teman baik, mitra bisnis dan bekerja bersama," imbuh Burmaa.
Sekitar tahun 2006, diketahui bahwa hubungan antara Altantuya dengan Abdul Razak mulai merenggang. Altantuya disebut sempat datang ke Malaysia bersama saudara perempuannya dan sepupunya untuk mencari keberadaan Abdul Razak, yang menolak bertemu dengannya.
Pada malam hari tanggal 19 Oktober 2006, Altantuya muncul di luar rumah Abdul Razak di Malaysia. Dua polisi dari Unit Aksi Khusus yang melihatnya langsung menangkap dan memasukkan Altantuya secara paksa ke sebuah mobil. Dengan mobil itu, Altantuya dibawa ke hutan di kawasan Shah Alam, Selangor. Di sana, Altantuya ditembak dua kali di kepalanya. Jenazah Altantuya kemudian dipasangi peledak level militer dan diledakkan hingga berkeping-keping.
Abdul Razak sempat didakwa atas persekongkolan pembunuhan namun dibebaskan di level Pengadilan Tinggi pada tahun 2008.
Dua polisi yang mengeksekusi Altantuya, Sirul Azhar Umar dan Azilah Hadri, dinyatakan bersalah atas dakwaan pembunuhan dan divonis mati tahun 2015. Keduanya diketahui pernah menjadi pengawal Najib. Azilah kini sedang menunggu eksekusi mati di Penjara Kajang, sedangkan Sirul kabur ke Australia sebelum divonis. Oleh otoritas Australia, Sirul ditahan di pusat tahanan imigrasi dan tak dideportasi karena dia terancam dieksekusi mati jika kembali ke Malaysia.
Motif dalam kasus pembunuhan ini masih samar. Namun dugaan banyak pihak menyebut Altantuya dibunuh karena perannya sebagai penerjemah bagi Abdul Razak dalam perundingan pembelian dua kapal selam kelas Scorpene dari perusahaan raksasa Prancis, DCNS tahun 2002. Pada tahun itu Najib menjabat sebagai Menteri Pertahanan Malaysia. Pembelian kapal selam itu diduga kuat sarat penyuapan. Najib telah membantah spekulasi itu.
Tahun 2007 lalu, keluarga Altantuya mengajukan gugatan hukum terhadap Azilah, Sirul, Abdul Razak dan pemerintah Malaysia. Dalam gugatan itu, pihak keluarga meminta kompensasi sebesar 100 juta Ringgit (Rp 341,2 miliar). Persidangan gugatan hukum ini akan dilanjutkan pada Kamis (24/1) besok dengan agenda keterangan dari ayah Altantuya. dtc