Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Yayasan Sari Mutiara membentuk tim guna mengurus polemik penutupan Rumah Sakit (RS) Sari Mutiara. Tim yang bernama Tim Pembaharuan dan Percepatan Re-operasional RS Sari Mutiara ini dipimpin Laksamana Adhyaksa, yang tak lain juga Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut, organisasi yang dipimpin Parlindungan Purba, Ketua Yayasan Sari Mutiara..
Laksama dalam konferensi persnya, Kamis (28/3/2019), menjelaskan langkah-langkah yang ditempuh guna menyelamatkan RS Sari Mutiara, yang sudah sebulan lebih (sejak 20 Februari lalu) operasionalnya terhenti. Tidak melayani pengobatan pasien sama sekali.
Laksamana yang didampingi anggota tim, Suryadi, membantah operasional RS dihentikan sejak 20 Februari. Tetapi mulai 1 Maret. Tindakan penutupan dilakukan karena pihak yayasan tengah melengkapi sejumlah persyaratan agar kembali bisa bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Ungkapnya, karena syarat perawat yang bekerja di RS harus memiliki Surat Tanda Registrasi (STR, sesuai dengan UU No 44/2009 tentang Rumah Sakit) tidak dapat dipenuhi, yayasan tahun lalu harus menombok pembayaran biaya perobatan pasien sebesar Rp 1,3miliar. Hingga kini hubungan kerja sama dengan BPJS terputus.
"Kita tahu sendirilah, mana ada RS sekarang ini yang bisa hidup tanpa BPJS," tutur Laksamana.
Persyaratan lain yang juga tengah diselesaikan tim, terangnya, soal izin baru. Melalui aplikasi yang disediakan pemerintah, open single submission, pengurusan izin tengah dilakukan.
Tentang nasib kurang lebih seratus karyawan dari berbagai bagian yang saat ini terkatung-katung, tidak diberhentikan (PHK) dan tidak dipekerjakan, disebutkannya sesungguhnya sudah beberapa kali dilakukan dialog. Dengan mencapai sejumlah kesepakatan. Diantaranya pada dialog tanggal 20 Februari 2019, karyawan boleh memilih status dirumahkan dengan menerima upah sebesar 50% atau mengundurkan diri dan mendapatkan uang pisah.
Dialog berikutnya pada 25/2/2019, karena kondisi keuangan yayasan yang tengah dalam keadaan sulit, karyawan menyatakan bisa memaklumi pembayaran gaji dibayar dibawah ketentuan upah minimum kota (UMK). Sejak 2016 hingga kini. Sikap itu ditunjukkan dengan tanda tangan oleh karyawan diatasi materai.
"Persetujuan pembayaran upah dibawah UMK yang ditandatangani diatas materai itu sudah diketahui Dinas Tenaga Kerja Sumut," tegas Laksamana.
Yang pasti, yayasan tidak akan mem-PHK karyawan yang hingga kini masih terus melakukan upaya perlawanan demi kejelasan nasib mereka. Tim masih membuka kesempatan bagi karyawan jika ingin berdialog.
Laksamana tidak dapat memastikan kapan kerja tim akan berakhir. Juga tidak bisa menjelaskan kapan RS akan beroperasi kembali untuk melayani pengobatan pasien. Fokus mereka adalah membereskan segala sesuatu yang belum beres.
Ditanya apakah ada keinginan pihak yayasan melego kepemilikan perusahaan ke pengelola lain, dengan cara menjual, dia tidak memberi jawaban pasti.
"Saya belum bisa ngomong apakah RS ini akan dijual," jawabnya.
Sebelumnya, Parlindungan Purba berjanji akan berusaha menyelesaikan pembayaran tuntutan karyawan. Untuk itu dia sedang melakukan inventarisasi masalah. Dia merasa kesulitan menghadapi masalah ini.
"Saya lagi susah ini, nanti tim saya akan menjelaskan melalui konferensi pers," kata Parlindungan yang juga anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menjawab medanbisnisdaily.com, Rabu (27/3/2019).