Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Presiden Turki, Recep Tayyip ErdoÄŸan menyatakan ketidaksukaannya terhadap kebijakan moneter yang diambil oleh bank sentral di Turki.
Erdogan tak segan memecat gubernur bank sentral yang tidak menurutinya. Hal ini turut mempengaruhi tingginya angka inflasi di negara tersebut.
Pemecatan itu membuat Lira Turki terdepresiasi 2% terhadap dolar AS dan membuat perekonomian bergejolak.
"Di bawah kepemimpinan Erdogan, kebijakan moneter dan kredibilitas ekonomi telah dirusak," ujar ekonom senior Capital Economics Jason Tuvey, dikutip dari CNN, Selasa (9/7/2019).
Dia menjelaskan Turki adalah negara yang menjadi contoh buruk karena pimpinan negaranya mencampurkan urusan politik ke dalam kebijakan ekonominya.
Tuvey mengungkapkan langkah Erdogan membuat kondisi perekonomian Turki memanas dan bunga tinggi serta inflasi yang naik signifikan.
"Turki adalah kasus ketika politisi berusaha mengendalikan kebijakan moneter yang seharusnya dijalankan bank sentral untuk memerangi inflasi," jelas dia.
Dia mengungkapkan bank sentral di dunia memang didesain untuk independen dan tidak terpengaruh iklim politik. Hal tersebut untuk memberikan bankir kebebasan untuk meredam inflasi tanpa pengaruh politik.
Tuvey menambahkan inflasi di Turki sempat mencapai 25% pada tahun lalu. Karena Erdogan menekan bank sentral untuk mengambil kebijakan.
Kepala strategi mata uang Brown Brothers Harriman Win Thin mengungkapkan kegagalan bank sentral Turki adalah tak menurunkan suku bunga.
"Kita semua tahu siapa yang benar-benar mengendalikan kebijakan moneter saat ini," jelas dia.
Selain Turki, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump juga melakukan intervensi terhadap bank sentral AS untuk memangkas suku bunga. Hal tersebut dilakukan Trump agar perekonomian AS bisa meningkat.
Padahal bank sentral sejatinya menggunakan kebijakan bunga sebagai cara untuk mendinginkan perekonomian yang overheating untuk mencegah inflasi tinggi.(dtf)