Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Aliansi Masyarakat untuk Keadilan Demokrasi (AMUK) di kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Rabu (25/9/2019) mengecam keras prosedur kepolisian dalam mengawal aksi mahasiswa di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jakarta, sehari sebelumnya. Salah satu prosedur yang dilanggar yakni penggunaan gas air mata kedaluwarsa.
Salah satu anggota koalisi menyebut gas air mata kedaluwarsa itu mengandung zat yang berbahaya bagi manusia. Zat berbahaya yang dimaksud yakni sianida dan fosgen. Zat bernama fosgen merupakan salah satu senjata kimia yang digunakan pada Perang Dunia I oleh Jerman.
"Dampak kematiannya bukan karena syok atau luka-luka, tapi karena menghirup fosgen," ujar Irine Wardhanie dari Serikat Sindikasi. Sampai Rabu kemarin, AMUK sudah mengumpulkan tiga selongsong yang diduga digunakan untuk membubarkan massa di depan gedung DPR/MPR.
Deputi Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Feri Kusuma yang berada di sekitar gedung DPR hari Selasa itu turut merasakan efek gas air mata pada aksi tersebut. Penggunaan gas air mata yang sudah kedaluwarsa menurut Feri sangat membahayakan.
"Berpotensi menghilangkan nyawa. Kalau orang punya riwayat sesak napas atau jantungan, udah lewat," ujarnya pada detikcom Kamis (26/9/2019)
Aktivis HAM, Suciwati bahkan mengajak masyarakat untuk mengumpulkan serta selongsong gas air mata yang ditembakkan polisi ke demonstran. Selongsong tersebut dapat menjadi barang bukti dugaan tindakan penyimpangan prosedur serta bukti dugaan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian.
"Concern kita adalah kita menolak kekerasan dalam bentuk apapun yang dilakukan polisi kepada mahasiswa. Itu intinya kenapa kami memberikan imbauan," ujar istri aktivis HAM, Munir itu pada detik.
Kabar penggunaan gas air mata kedaluwarsa viral di media sosial, menyusul aksi pembubaran massa demonstrasi mahasiswa di depan gedung DPR, Jakarta, Selasa (24/09) lalu. Selongsong gas air mata berwarna abu-abu jenis CS dengan kode MU24-AR. Tertera juga tenggat pemakaian di selongsong tersebut Mei 2016. Jadi kalau dihitung-hitung gas air mata itu tiga tahun lebih melebihi batas pakainya.
Gas air mata adalah salah satu senjata pihak kepolisian untuk membubarkan kerumunan yang dinilai berpotensi menimbulkan kerusuhan. Amunisi serupa gas air mata sendiri sebenarnya sudah dipakai dalam Perang Dunia I oleh Jerman dan Prancis. Setelah itu dikembangkan oleh dua orang ahli kimia asal Amerika Serikat bernama Ben Corson dan Roger Stoughton.
Corson dan Stoughton melakukan beberapa eksperimen di Middlebury College pada 1928. Eksperimen itu menghasilkan senyawa 2-chlorobenzalmalononitrile. Bentuk sebenarnya berupa kristal putih padat. Sampai saat ini, nama Corson-Stoughton dipakai sebagai salah satu jenis gas air mata dengan kode CS. CS bahkan pernah diadopsi untuk keperluan militer. Penggunaannya secara masif pernah dilakukan saat Perang Vietnam.
Pendapat berbeda soal bahaya gas air mata kedaluwarsa diutarakan pakar kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Agus Haryono. Menurut Agus senyawa kimia yang terkandung dalam gas air mata jenis CS yakni 2-chlorobenzalmalononitrile justru akan menurun efeknya jika masa pakainya telah habis.
"Kinerja dari bahan kimia tersebut menurun," ujar Agus yang juga Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI.
Agus yang doktor kimia lulusan Universitas Waseda, Jepang juga menuturkan fosgen seperti yang dikhawatirkan terdapat dalam gas air mata kedaluwarsa kemungkinan besar tak bisa dihasilkan. "Sangat sulit reaksi gas CS itu berubah jadi gas fosgen," ujarnya. "Sementara sianida bisa saja terbentuk. Tapi secara kimiawi akan sulit melepas sianidanya. Kalau pun sianida itu keluar akan sangat kecil sekali. Paparannya tidak terlalu berbahaya."
Sementara Adik Sudarsono, mantan Direktur Utama PT Pindad yang memproduksi gas air mata menyebut tak ada senyawa berbahaya dalam munisi buatan Pindad tersebut. "Kalau bahaya saya mati dong ketika buat," ujar Adik yang mengaku pernah terlibat sendiri dalam pembuatan Munisi. Menurut Adik ada tiga tipe gas air mata yang dibuat Pindad MU24-AR, MU53-AR, dan MU53-AR A1.
Apalagi tambah Adik, saat pembelian bahan bakunya dari produsennya di luar negeri, tidak ada peringatan senyawa tersebut mematikan. "Pabrikannya saja tidak me-warning saya seperti itu," ujar pria yang sekarang bertugas di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) itu. "Jadi yang dimaksud expired itu kita memberi garansi bahwa produk itu masih berfungsi bukan kalau expired itu jadi berbahaya enggak."
Pemakaian gas air mata memang masih jadi perdebatan di semua belahan dunia. National Geographic menyebut gas air mata digolongkan senjata kimia. Penggunaannya pun dilarang dalam perang sesuai Konvensi Senjata Kimia 1993. Meskipun ilegal dalam perang, hampir seluruh negara melegalkan dalam pengendalian kerusuhan massa.
"Dilarang untuk digunakan dalam perang, tetapi digunakan sangat sering terhadap warga sipil," ujar Sven-Eric Jordt, guru besar farmakologi di Yale University School of Medicine. "Itu sangat tidak masuk akal."dtc