Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Labura. Pemerhati linguistik, khususnya Bahasa Simalungun, Masrul Purba Dasuha, mengatakan, banyak kemiripan bahasa Batak Pardembanan di Kabupaten Asahan dan Batak Nadolok di Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura) dengan Bahasa Simalungun.
Masrul yang juga berkontribusi dalam penulisan Kamus Bahasa Simalungun - Indonesia yang diedarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Balai Bahasa Provinsi Sumatera Utara, mengatakan bahwa penyebab kemiripan ini tidak terlepas dari peran Kerajaan Nagur, Silou, dan Batangiou, di mana wilayah kekuasaannya mencapai daerah Asahan dan Labuhanbatu. Meskipun diketahui Batak Pardembanan dan Batak Nadolok berasal dari marga-marga di Kabupaten Toba Samosir.
"Pada zaman dahulu bahasa ini digunakan oleh marga-marga yang terpisah dari Simalungun setelah berdirinya Kesultanan Asahan, seperti marga Tambak, Simargolang, Nadolok, Nahombang, dan Dasopang. Seiring perjalanan waktu marga-marga ini sudah mengaku orang Melayu dan beradat istiadat Melayu. Akhirnya pemakaian Bahasa Simalungun beralih pada suku Toba yang banyak melakukan migrasi ke daerah Asahan dan Labuhanbatu," kata Masrul kepada medanbisnisdaily.com, Senin (14/10/2019).
Menurutnya, marga Batak Pardembanan awalnya meliputi Damanik Simargolang, Purba Tambak, Purba Nadolok (Sidadolog), Sinaga Nahombang (Sidahombang), dan Dasopang yang merupakan bagian dari suku Simalungun. Namun di Asahan sebagian besar berbahasa Melayu/Indonesia. Saat ini, justru yang menggunakan bahasa Pardembanan sekarang ini adalah suku Batak Toba, namun sudah tidak seasli dulu, karena bahasa Pardembanan sekarang sudah banyak dipengaruhi bahasa Batak Toba.
Istilah Pardembanan, lanjut Masrul, karena di daerah sekitar Buntu Pane dan Bandar Pasir Mandogei banyak terdapat demban (sirih). Selain itu, masyarakatnya juga suka mardemban (makan sirih).
"Belanda bingung membuat nama sukunya, karena penduduknya campuran Toba dan Melayu. Yang pertama menyebut Pardembanan adalah John Anderson tahun 1823 dalam bukunya yang berjudul Mission to The East Coast of Sumatra," kata Masrul.
Hasil pengamatan Masrul, banyak kosa kata yang sama Bahasa Batak Pardembanan dan Batak Nadolok dengan Bahasa Simalungun, meskipun penuturnya bermarga Toba. Di antaranya jolak (bosan), homai (juga), topar (tampar), hoji (suka, hobbi), marosu (suka), tarokkon (rasakan, tahankan), tarsinggok (saat makan tercekik pengen minum), sudu (sendok), dohor (dekat), doha (lama, dari kata dokah), bere (beri), hio (kain), bosur (kenyang), angkula (badan), bahat (banyak), bois (habis), legan (lain), das (sampai), juma (ladang), longgur (guntur), dan lain-lain.
Dijelaskannya, terdapat beberapa kata yang mengalami pergeseran makna, namun bentuknya tidak berubah. Pergeseran makna ini wajar terjadi karena bahasa tersebut sudah jauh dari tempat asalnya.
Beberapa nama perkampungan berbahasa Simalungun di daerah Asahan dan Labuhanbatu Raya, di antaranya Buntu Panei, Bandar Pasir Mandogei, Bandar Pulo, Ambalutu, Parapat Janji, Sionggang, Rahuning, Parhutaan Silou, Mariah Gunung, Padang Pulau, Buntu Maraja, Gonting Malaha, Marjanji Asih, Pinanggiripan, Pulou Puli, Sijabut, Huta Padang, Silau Jawa, Padang Mahondang, Rawang, Bahung, Sibatubatu, Sei Silau, Sei Silou Tua, Silau Maraja, Urung Panei, Ujung Panei, Silou Laut, Silou Buntu, Silou Lama, Pulou Mariah, Dolog Maraja, Tinggi Raja, Piasa Ulu, Ujung Sipinggan, Pamatang Asahan, Habokou, Merangir dari kata Maranggir, Aek Kanopan (dari kata Bah Hanopan), dan Rantau Parapat.