Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Lembaga penelitian Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memprediksi pertumbuhan kredit RI sepanjang 2020 mendatang bakal tetap loyo.
Dalam Catatan Akhir Tahun yang disusun tiga Ekonom Perempuan Indef Aviliani, Eisha Maghfiruha Rachbini dan Esther Sri Astuti, laju kredit domestik tahun depan akan tetap berada di level single digit atau tak akan sampai 10%.
"Hal ini diakibatkan karena LDR (Loan to Deposit Ratio) perbankan masih tinggi, sehingga bank sangat selektif dalam memberikan kredit," terang temuan Indef dalam Catatan Akhir Tahunnya, dikutip Sabtu (21/12/2019).
Untuk diketahui, LDR adalah rasio antara besarnya seluruh volume kredit yang disalurkan bank dan jumlah penerimaan dana dari berbagai sumber seperti Dana Pihak Ketiga (DPK).
Performa LDR sejak 2018 terus meningkat hingga 94,3% pada kuartal III-2019 yang disebabkan karena pertumbuhan DPK yang stagnan sedangkan pertumbuhan kredit meningkat signifikan selama dua tahun terakhir.
Selain itu, rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) perbankan terus meningkat sejak awal 2019, meskipun angkanya masih di bawah 5%. Mengutip rilis Bank Indonesia, NPL perbankan nasional masih tetap rendah yakni 2,73% secara gross atau 1,25% secara nett.
Dengan kondisi tersebut, NPL pada Oktober 2019 meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tercatat 2,66% (gross) atau 1,18% (net). NPL pada Oktober 2019 juga merupakan posisi tertinggi sepanjang 2019.
Hal lain yang dianggap turut mempengaruhi adalah penerbitan Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 71 atau PSAK 71. Adanya aturan ini dinilai dapat membuat perbankan menjadi lebih pruden.
Akan tetapi, di sisi lain perbankan diimbau lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit karena berpotensi meningkatkan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN).
"Ketika CKPN meningkat, tentu akan menggerus Capital Adequacy Ratio (CAR). Dalam menghitung CKPN, bank akan menggunakan skenario ekonomi di masa depan (forward looking)," sambungnya.
Agar permintaan kredit bank dapat meningkat lagi, maka perlu stimulus APBN terhadap sektor-sektor produktif. Di sisi lain, pengusaha membutuhkan kepastian dalam berusaha sehingga tidak terus terjebak dalam posisi wait and see.
"Ke depannya, jika pemerintah ingin mengeluarkan suatu kebijakan baru maka perlu memandang dari sisi permintaan, bukan hanya sisi penawaran saja. Contohnya, selama ini dukungan pemerintah terhadap UMKM masih sebatas supply side (penyaluran KUR), sedangkan dukungan pemerintah dari sisi demand side untuk membantu UMKM melakukan penjualan produk masih relatif kecil," tuturnya.(dtf)