Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Gembar-gembor gerakan menggalakkan literasi di Indonesia, nyatanya tidak sesuai fakta di lapangan. Pasalnya, penulis buku yang merupakan stakeholder utama gerakan ini, semakin sekarat. Demikian dikatakan penulis buku asal Medan, Embarth Nugroho kepada medanbisnisdaily.com, Senin (18/5/2020).
Diceritakan Embarth, sejak tahun 2000, sudah 17 buku yang ia terbitkan. Untuk Sumatra Utara boleh dibilang ia termasuk penulis buku paling produktif. Bukunya yang terakhir berjudul "Serpihan Rindu". Namun meski begitu, Embarth tetap merasa profesi yang digelutinya itu belum menjanjikan secara ekonomi.
"Aku terbitkan bukuku di label mayor. Royaltinya hanya 10%. Rata-rata 3.000 eks yang terjual," ujarnya.
Menurut Embarth, penjualan buku belakangan ini cenderung menurun karena masyarakat beralih ke sistem literasi berbasis online. Hal itu juga ikut berpengaruh pada pendapatannya.
Penulis novel pop ini mengaku, tak sekalipun dia mendapat bantuan atau kerja sama dengan pemerintah, khususnya, pemerintah Sumatra Utara.
Ia merasa gerakan menggalakkan literasi hanya slogan belaka. Bagaimana mau menggalakkan literasi bisa penulis sekarat, katanya.
"Maunya seperti di Padang, penulis di sana dibantu dananya sama pemerintah kalau buat buku dan penjualannya diberikan kepada penulisnya," harap Embarth.