Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat meminta pemerintah pusat dan daerah mengkaji risiko secara menyeluruh sebelum membuka objek-objek wisata di masa pandemi. Sebab, kehati-hatian diperlukan karena berdasar informasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), COVID-19 berada dalam fase baru dan berbahaya.
"Pembukaan kawasan wisata di masa pandemi harus dipersiapkan ekstra cermat dan ketat, perlu monitoring yang terukur. Kemampuan pengelola kawasan wisata dan pemerintah daerah dalam menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai harus dipastikan," ujar wanita yang akrab disapa Rerie dalam keterangannya, Selasa (23/6/2020).
Menurutnya, pengawasan ketat di kawasan wisata harus dilakukan tim lintas direktorat dan kementerian terkait agar kadian risikonya lebih komprehensif. Adapun penilaian bisa dibuka atau tidaknya dapat dipertimbangkan sesuai target pasar dan postur pengunjung.
Misalnya kawasan wisata dengan target pasar yang sadar protokol kesehatan bisa dipertimbangkan untuk dibuka lebih awal seperti museum dan galeri. Sementara kawasan yang memiliki target pasar luas harus dipertimbangkan lebih matang seperti kebun binatang atau taman hiburan rakyat.
Rerie mencontohkan, pembukaan kebun binatang di kota misalnya, perlu persiapan cermat khususnya penerapan protokol kesehatannya agar tidak memunculkan klaser baru penularan terhadap pengunjung dan berpotensi terjadi penularan terhadap hewan.
Pertimbangan lain untuk membuka kawasan wisata menurut Rerie adalah berdasarkan lokasinya. Objek wisata yang berlokasi di remote area berpeluang dibuka lebih awal bila dibanding yang berada di perkotaan.
Sebagai informasi, sejak akhir pekan lalu hingga pekan ini, sejumlah daerah sudah dan akan membuka tempat wisata, seperti wisata Puncak, Cianjur, Jawa Barat yang telah dipadati wisatawan. Alasan pengaktifan ini adalah untuk menggerakkan perekonomian daerah, para pengelola tempat wisata pun berkomitmen menerapkan protokol kesehatan.
"Tetapi apakah pengelola kawasan wisata itu sudah memiliki serangkaian mekanisme yang menjamin terjaganya kepatuhan terhadap jaga jarak, personal hygiene, dan sejumlah ketentuan dalam protokol kesehatan lainnya?" ujarnya.
Rerie menambahkan, pembukaan tempat wisata mengundang masuknya orang dari luar daerah yang berpotensi membawa virus, misalnya di kawasan wisata Puncak pada akhir pekan lalu, sebanyak 1.551 wisatawan dilakukan rapid test oleh Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jawa Barat, hasilnya 88 orang dinyatakan reaktif COVID-19.
"Intinya pihak pengelola tempat wisata atau pemerintah daerah harus mampu mengendalikan arus datangnya wisatawan di wilayahnya dengan protokol kesehatan yang ketat," ujarnya.
Dengan adanya peringatan dari WHO bahwa sejumlah negara kini muncul penularan baru virus Corona yang cenderung lebih cepat menyebar, Rerie mengatakan merupakan langkah bijaksana bila pemerintah daerah tidak menerima wisatawan asing.
"Kalaupun Pemda hanya menerima wisatawan domestik sebenarnya risikonya juga cukup besar. Karena 94% wilayah di Indonesia masih masuk zona kuning, oranye dan merah, sehingga potensi terjadinya klaster baru penyebaran virus di tempat wisata pun cukup besar," sambungnya.
Rerie menambahkan, kenormalan baru di sejumlah sektor hanya efektif bila pemerintah konsisten melakukan intervensi melalui testing, tracing, dan isolasi. Bila intervensi mengendur dan pelaksanaan pola baru tidak didukung dengan aturan, kegiatan, dan sarana yang diperlukan, bisa saja muncul klaster baru penyebaran COVID-19. dtc